Pemasaran telah berevolusi dalam tiga era. Era pertama adalah Marketing 1.0 yang fokus pada pengembangan produk; era kedua adalah Marketing 2.0 yang fokus pada pelanggan dan selanjutnya adalah Marketing 3.0 yang memberikan fokus lebih luas, termasuk pada isu-isu sosial dan lingkungan.
Setiap perspektif sebenarnya masih tetap relevan diimplementasikan hingga sekarang, hanya saja semuanya membutuhkan dukungan teknologi agar bisa memberikan hasil yang lebih optimal.
Perspektif pertama yang fokus pada pengembangan produk (product-centric marketing) percaya bahwa dengan inovasi yang tepat perusahaan bisa menciptakan pasarnya sendiri. Terkait hal ini, Steve Jobs pernah berkata; “Bukan tugas konsumen untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan. Itu adalah tugas kita”.
Untuk meraih kesuksesan di era digital, proses pengembangan produk baru tidak lagi bisa hanya mengandalkan ‘otak’ yang ada di dalam perusahaan.
Dengan perkembangan teknologi yang ada, perusahaan saat ini sudah bisa melibatkan pihak-pihak eksternal untuk turut memberikan sumbangan pikiran. Inilah yang disebut dengan ‘inovasi terbuka’.
Sedangkan perspektif kedua, Marketing 2.0, menganggap bahwa produk yang bagus tetap tidak akan sukses jika perusahaan tidak bisa menawarkannya dengan cara tepat kepada calon pelanggan.
Contohnya adalah kisah Komatsu—perusahaan Jepang yang memproduksi alat-alat berat—yang sukses menguasai pasar Indonesia lewat kemitraannya dengan Astra Internasional.
Mereka bisa mempertahankan loyalitas klien-kliennya lewat tim penjualan dan layanan yang memuaskan, bukan semata karena produk yang istimewa.
Di era digital, upaya untuk mendapatkan dan mempertahankan pelanggan—sebagai aktivitas inti dari Marketing 2.0—telah bisa memanfaatkan teknologi digital. Contohnya adalah pemanfaatan komunitas online untuk menjalin hubungan dengan klien, sebagaimana yang dilakukan perusahaan software SAP.
Perspektif yang ketiga, Marketing 3.0, berusaha untuk menggabungkan kepentingan bisnis dan sosial/lingkungan. Contohnya adalah PT Pembangunan Perumahan, BUMN konstruksi dari Indonesia, yang mengusung konsep gedung ramah lingkungan.
Konsep ini secara bisnis bisa menguntungkan, dari sisi lingkungan juga bisa memberikan dampak positif.
Perspektif ketiga ini juga bisa memanfaatkan perkembangan teknologi. Contohnya adalah strategi ITC asal India yang mendirikan kios-kios berteknologi internet bagi para petani di desa.
Dengan kios-kios tersebut, para petani bisa mendapatkan informasi yang transparan soal harga produk pertanian, sehingga mereka tidak lagi bisa ditipu para tengkulak. Sedangkan ITC juga diuntungkan karena bisa mendapatkan suplai bahan baku yang lebih kontinyu.