Penulis percaya bahwa inti pemasaran sesungguhnya ada tiga, yaitu positioning, diferensiasi dan brand (merek).
Positioning adalah citra atau persepsi tertentu yang ingin ‘ditempelkan’ perusahaan ke otak pelanggan. Agar kuat, sebuah positioning harus memiliki keunikan atau diferensiasi yang kuat pula. Keduanya nanti akan divisualkan lewat nama dan logo tertentu yang disebut dengan brand.
Di era digital, ketiganya telah mengalami perubahan. Positioning berubah menjadi clarification, diferensiasi menjadi codification dan brand menjadi character.
Dalam positioning, perusahaan biasanya menggunakan pesan tunggal yang akan diulang-ulang melalui berbagai media. Sedangkan ‘clarification’ menggunakan ‘tema utama’ yang bisa diterjemahkan melalui beragam pesan.
Contohnya adalah McDonald yang selama 10 tahun lebih menggunakan tema “I’m Lovin’ it”. Tema utama ini bisa diterjemahkan ke 100 negara dengan lebih dari 20 bahasa yang berbeda. Sebagai contoh, di Azerbaijan, slogan yang dipakai adalah “See, this is love”. Pesan yang berbeda namun tema intinya sama: cinta.
Sedangkan diferensiasi harus benar-benar menjadi sebuah keunikan yang dijiwai oleh seluruh personil perusahaan, bukan hanya orang pemasaran. Untuk itu, perusahaan harus melakukan internalisasi agar keunikan yang dimiliki produk atau layanan bisa menyatu dalam budaya perusahaan.
Keunikan yang telah menjadi semacam DNA perusahaan inilah yang disebut ‘codification’.
Lalu bagaimana trasnsformasi konsep ‘brand’?
Di era digital, brand harus bisa tampil layaknya manusia yang memiliki kepribadian. Untuk itu Kotler dkk menggunakan istilah ‘character’.
Sebagai ‘character’, sebuah merek tidak lagi bisa hanya memperhatikan desain dan slogan, tetapi juga harus memperhatikan 6 aspek penting berikut ini; aspek fisik (penampilan), aspek intelektual (kreatifitas), aspek emosional, aspek sosial, aspek personal dan moral.
Inti pemasaran sesungguhnya ada tiga, yaitu positioning, diferensiasi dan brand (merek).
Philip Kotler, Hermawan Kartajaya & Hooi Den Huan