Pada tahun 1945, Nazi Jerman kalah di pertempuran sehingga tahanan yang tersisa di kamp konsentrasi dapat menikmati kebebasan. Di sinilah fase psikologis ketiga berlanjut.
Usai terbebas dari kamp, para tahanan mengalami depersonalisasi, yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa hal-hal di sekitarnya nyata. Mereka perlahan-lahan harus mempelajarinya lagi.
Tak jarang, mantan tahanan bisa jadi membenarkan penindasan yang telah dialaminya sehingga berbalik menjadi penindas. Kondisi ini kerap muncul terhadap hal-hal sepele.
Hanya dengan kesabaran, mereka dapat menyadari kembali bahwa tidak ada orang yang berhak bertindak semena-mena meskipun orang itu sendiri pernah diperlakukan semena-mena.
Kembali ke kehidupan lama juga menimbulkan kesakitan tersendiri. Orang lain yang hanya berbasa-basi mudah membuat mantan tahanan kecewa. Mereka yang pernah mengira telah mencapai puncak penderitaan, ternyata kini lebih menderita lagi. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan.
Terbebas dari suatu penderitaan bukan berarti penderitaan itu akan berakhir selamanya. Semua ini soal sudut pandang dan cara baru menyikapi hidup untuk membuat penderitaan apa pun, di mana pun dan kapan pun tidak akan terasa lagi seperti penderitaan.
Mereka yang baru terbebas dari penderitaan panjang harus dibimbing agar merasa bahwa setelah semua penderitaan yang mereka jalani, ketika mereka kembali ke rumah, tidak ada lagi yang perlu ditakutkan kecuali Tuhan mereka.