Pendidikan bukan saja kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan saja, dan guru bukanlah juru bicara di depan kelas di mana murid-murid akan selalu mendengarkan saja atau hanya berucap ‘iya dan iya’ kepada gurunya.
Dunia sudah berubah, di mana pendidikan modern akan berisi tentang para peserta didik yang punya banyak kesempatan bicara, berpikir bercabang, dan butuh untuk didengarkan.
Hal tersebut tentunya akan membawa perubahan tentang sekolah yang tidak sekadar mencetak generasi cerdas, namun juga menjadi generasi adaptif.
Seperti para inovator dan pengguna sistem kecerdasan buatan yang perlu dibekali kemampuan agar sistem tersebut menjadi adaptif. Sikap adaptif inilah yang akan membuat peserta didik menjadi pribadi bernilai sehingga bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan pemikiran, sikap, dan perilaku.
Anda tidak akan lagi menemukan sekat-sekat ruang kelas pembatas yang mengurung pemikiran peserta didik di masa depan. Karena kecanggihan teknologi, akan mambuat mereka semakin dekat kelas lain, guru di tempat lain, juga peneliti, praktisi, dan bahkan politisi dari berbagai belahan penjuru dunia.
Kemampuan beradaptasi inilah yang bisa menjadi bekal untuk mereka di masa depan. Dan, tentunya mereka juga harus memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, karena semakin tinggi level kemampuan berpikirnya, semakin tinggi pula kemampuan beradaptasinya.
Karena itu, HOTS bisa menjadikan mereka mampu berpikir. Menurut Thomas & Thorne (2019), HOTS merupakan cara berpikir yang lebih tinggi daripada menghafalkan fakta, mengemukakan fakta, atau menerapkan peraturan, rumus, dan prosedur.
HOTS akan membuat peserta didik melakukan segala sesuatu sesuai dengan fakta. HOTS akan menuntun mereka untuk mengaitkan antara fakta, mengategorisasikannya, memanipulasinya, menempatkannya pada konteks dan cara yang baru, serta mampu untuk menerapkannya dalam pencarian solusi dan menyelesaikan suatu masalah.
“Memberi contoh (voorbeeld) merupakan peralatan pendidikan, yaitu alat-alat yang pokok atau cara-caranya mendidik.”
Ki Hadjar Dewantara