Meski diakui sebagai tokoh pendidikan dan pahlawan nasional, namun keberadaan Museum Kartini sebagai saksi perjuangannya jauh dari terawat. Sejak tahun 2008, museum tersebut tidak mengalami perbaikan. Padahal, beberapa hal sudah selayaknya diperbaiki dan diganti.
Anggaran yang minim dan pendapatan yang tak seberapa dari tiket masuk museum tentunya tidak bisa menutupi biaya perawatan. Hal itu sudah disiasati juga dengan menyewakan ruangan museum untuk berbagai keperluan.
Berkat inisiatif Ibu Tien Soehato, makam Kartini pernah dipugar pada tahun 1979, kebetulan bertepatan dengan peringatan Hari Kartini. Sekarang, banyak pengunjung yang biasa meninggalkan aneka benda, catatan dan foto kenangan di sana.
Sementara itu, di Universitas Leiden, tepatnya di KITLV (Institut Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara) terawat dengan baik ratusan surat Kartini. Dalam ruangan arsip yang tidak sembarang orang boleh masuk, terdapat lima kardus berisi 361 pucuk surat Kartini dan adik-adiknya. Kode arsip H1200 tertera di sana.
Tidak hanya surat-surat, tersimpan juga berbagai hal terkait Kartini seperti artikel dan iklan kelahiran putranya.
Agar surat-surat tidak cepat rusak, selain suhu ruangan diatur sedemikian rupa, penyimpanan juga menggunakan material bebas asam.
Tidak hanya itu, surat-surat tersebut juga sudah disimpan dalam bentuk mikrofilm. Pihak KITLV sangat jarang memamerkan surat Kartini dalam pameran. Mereka lebih sering menampilkan foto-fotonya saja.
Meski tidak sepopuler di tanah air, sosok Kartini masih dianggap penting di Belanda. Terbukti dengan adanya nama jalan Kartini di Ibu Kota Amsterdam, Utrecht, Venlo dan Haarlem.