Tahun 1976 terjadi musim hujan yang cukup panjang. Jakarta banjir lagi, Jakarta terendam, dan kali ini tidak hanya merendam di pemukiman penduduk saja, melainkan juga meluas hingga jalan MH Thamrin hingga genangan mencapai 30 cm.
Banjir tersebut, membuat kendaraan seperti mobil dan motor tiba-tiba mogok karena terkena banjir. Aksi dorong mobil pun menjadi pemandangan yang tidak biasa saat itu.
Banyak rumah-rumah dan pertokoan di kawasan Jalan Sabang terendam, sehingga mereka menghentikan aktivitasnya. Hal yang sama juga terjadi di daerah seperti kawasan Kebun Kacang, Tanah Abang, dan Kebon Sirih.
Di wilayah Jakarta Timur juga mengalami hal yang serupa. Bahkan, dibeberapa tempat di sana ketinggiannya mencapai 90 cm. Sungai Klender dan Sungai Cakung meluap hingga pemukiman warga terendam banjir.
Banjir besar di Jakarta tersebut, mengakibatkan kurang lebih 200.000 penduduk terpaksa mengungsi. Banjir itu juga membuat 2 orang meninggal dunia akibat kedinginan, serta beberapa orang dirawat karena sakit.
Gubernur Jakarta, Ali Sadikin sudah berupaya keras untuk menangani korban banjir, meskipun akhirnya pasrah karena kekurangan dana untuk mengatasi banjir besar di Jakarta saat itu.
Sebenarnya pada masa Ali Sadikin, sudah disusun Rencana Induk Jakarta oleh Pemda DKI Jakarta. Salah satu bagian pentingnya adalah Rencana Tata Ruang Kota Jakarta. Rencana ini yang kemudian dijadikan acuan Master Plan Pengendalian Banjir tahun 1973.
Namun, Master Plan 1973 tersebut belum mampu mengatasi banjir di Jakarta, karena tahun 1976 banjir semakin meluas dan bertambah wilayah yang tergenang air. Kemudian Master Plan tersebut dimodifikasi, sehingga menjadi Modifikasi Master Plan 1981.
“Banjir Jakarta itu bencana nasional, bukan semata-mata kesalahan gubernur. Pemerintah pusat punya andil kesalahan dan jelas harus ikut bertanggung jawab, jangan cuma minta dilayani Pemda DKI Jakarta.”
Ali Sadikin