Setelah terjadinya banjir yang melumpuhkan Jakarta di tahun 2002 dan 2007, maka banjir tahun 2013 merupakan banjir terparah yang berdampak luar biasa pada warga Jakarta.
Banjir tersebut, hampir merendam seluruh Ibukota Jakarta, dan rumah-rumah warga bagaikan kota dalam sungai. Bahkan ada beberapa kawasan yang ketinggian airnya mencapai 4 meter.
Penyebab utama banjir ini adalah adanya curah hujan yang tinggi, serta kerusakan dan jebolnya beberapa tanggul, seperti tanggul di Kanal Banjir Barat, Latuharhari, Menteng, dan tanggul-tanggul di kawasan lainnya.
Banjir ini telah mengakibatkan banyak korban meninggal dunia, ada yang menyebut 41 orang meninggal karena terseret arus air, terkena sengatan arus listrik, dan beberapa lainnya karena sakit.
Tidak ketinggalan kawasan Bundaran Hotel Indonesia yang selama ini aman dari banjir, juga mengalami kebanjiran. Dan, yang menghebohkan media adalah banjir yang menggenangi halaman Istana Negara.
Melihat kondisi yang semakin parah, Gubernur Jakarta, Jokowi menetapkan sebagai status tanggap darurat bencana banjir selam sepuluh hari, yakni dari 17-27 Januari 2013. Situasi tanggap darurat diberlakukan agar semua pihak bisa bergerak dengan cepat di lapangan.
Gubernur Jokowi juga mengintruksikan langsung semua aparat Pemprov DKI agar cepat bergerak ke lapangan di seluruh wilayah Jakarta, dan meminta pusat agar segera semua dipercepat terutama untuk wilayah pemerintahan pusat.
“Area banjir di Jakarta terlalu luas. Kita harus ngomong apa adanya. Tapi tindakan-tindakan di lapanganlah yang diperlukan. Kita harus bergerak. Pemerintah pusat harus bergerak. Semua harus bergerak. Kalau tidak, penanganan banjir Jakarta bertahun-tahun tidak akan pernah rampung.”
Joko Widodo