Agus Salim adalah sosok idealis yang tidak mau mengorbankan prinsip hidupnya. Ia pernah melepas jabatan dan gajinya yang tinggi, sebagai sekretaris penerjemah konsulat di Jeddah, hanya karena masa cuti yang pendek.
Dalam dunia jurnalistik, Salim memiliki keteguhan sikap yang sama. Pada tahun 1926, Salim
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pemimpin redaksi Hindia Baroe yang saat itu sedang menanjak pamornya. Itu ia lakukan karena menolak untuk melunakkan kritiknya pada pemerintah.
Pemerintah juga sempat menawarkan subsidi pada Neratja, surat kabar yang Salim pimpin, namun ditolak olehnya. Penolakan itu justru menaikan tiras Neratja. Namun Salim malah dicopot dari jabatannya.
Salim tampaknya lebih bahagia menjalani hidup sesuai dengan prinsipnya, meskipun untuk itu ia harus melepaskan tawaran-tawaran yang secara finansial menggiurkan. Konon, seumur hidup ia tinggal di rumah kontrakan.
Selain keteguhannya dalam memegang prinsip, Salim juga dikenal akan kepiawaiannya dalam menulis. Menulis telah menjadi kebiasaan hariannya. Bahkan hampir setiap agenda yang akan dia lakukan selalu di tulis, baik dalam secarik kertas maupun dengan mesin ketik.
Kemampuannya dalam menguasai 9 bahasa asing melengkapi kekuatan tulisan-tulisannya. Salim pun dikenal sebagai penerjemah buku sastra yang ulung. Setidaknya terdapat 22 buku dan 12 buku asing terjemahan yang dihasilkan Salim sepanjang hidupnya.
Selain lewat tulisan, Agus Salim juga produktif dalam menyampaikan gagasannya secara langsung. Corong NIROM atau Radio Belanda kerap memfasilitasi Salim untuk memberikan ceramah-ceramah keagamaan. Ceramah berdurasi 30-60 menit itu didengarkan oleh banyak kalangan, khususnya ulama dan cendekiawan.