Sikap pemberontak Tjokroaminoto dimulai sejak muda, sebelum bergabung dengan Sarekat Islam.
Gaya feodal menjadi sasaran ‘pemberontakannya’ yang pertama, karena Tjokroaminoto melihat gaya tersebut sebagai sesuatu yang kolot dan tidak sesuai dengan kemajuan.
Surat kabar menjadi salah satu media Tjokroaminoto menyebarkan pemikiran dan sikapnya.
Sebelum bergabung dengan Sarekat Islam, Tjokroaminoto sudah aktif menulis di kolom berbagai surat kabar. Dan setelah bergabung dengan Sarekat Islam, ia ikut aktif menulis di Oetoesan Hindia, surat kabar yang dimiliki Sarekat Islam.
Pada masa itu, surat kabar memang menjadi media untuk menggaungkan pergerakan organisasi. Sukarno dan Ki Hadjar Dewantara adalah beberapa toko yang juga pernah menulis di Oetoesan Hindia.
Meski tulisan-tulisan Tjokroaminoto berhasil menggaungkan pemikiran-pemikirannya secara luas, namun kemampuannya dalam berpidatolah yang membuat Tjokroaminoto disegani oleh banyak orang.
Suaranya yang besar dan penuh keyakinan, nada bicaranya yang tegas dan juga kemampuannya dalam berbagai bahasa membuatnya menjadi ahli pidato yang mampu memukau ribuan orang.
Dengan popularitas yang dimiliki, Tjokroaminoto memiliki beberapa pengikut setia. Ia bahkan dianggap sebagai Ratu Adil oleh beberapa orang dan pemerintah Hindia Belanda menjulukinya Raja Tanpa Mahkota.
Meski demikian, Tjokroaminoto tidak pernah memanfaatkan pengikut-pengikut yang mengkultuskannya.
Tjokroaminoto meyakini bahwa kemerdekaan umat dapat tercapai apabila kaum muslimin menjadi muslim sejati. Sosialisme Islam menjadi pemikiran yang ia promosikan. Di sisi lain ia menentang ajaran Karl Marx karena Marx menentang keberadaan Tuhan dan beberapa nilai yang diajarkan Islam.
Pemikiran Tjokroaminoto tersebut ia sebarkan melalui tulisan pidato dan juga buku. Buku Islam dan Sosialisme adalah salah satunya.
Sekolah Tjokroaminoto, yang dibangun PSII, juga mengajarkan silabus dan kurikulum yang didasarkan pada pemikiran Tjokroaminoto yang tertuang dalam Moeslim National Onderwijs.
“Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.”
Tjokroaminoto