Tidak banyak yang dapat diingat Helen sebelum ia jatuh sakit. Yang ia ingat , ia hanya ingin berkomunikasi dengan orang lain. Langkah awal yang ia lakukan adalah dengan meraba segala benda dan meneliti banyak gerakan. Perlahan, ia mulai membuat tanda samar. Ia mulai mengetahui makna gelengan kepala, anggukan, lambaian dan lainnya.
Dengan cara tersebut Helen kecil mulai belajar melipat baju, berpakaian dan lainnya. Ia bahkan tahu kapan ibu dan bibinya akan pergi hanya dengan memegang pakaian mereka. Masalahnya, tak semua hal bisa dikomunikasikan dengan isyarat sederhana. Makin banyak hal yang ingin ia sampaikan. Hasratnya untuk mengekspresikan diri pun kian bergelora.
Ia mulai frustasi ketika semakin seringnya pesan yang ia sampaikan tidak dipahami orang lain. Emosinya juga menjadi kian labil. Hal tersebut tidak saja membuat Helen merasa berat menghadapi kehidupan tetapi juga membuat keluarganya ikut merasakan ketidaknyamanan tersebut.
Kehidupan Helen kecil sangatlah berat. Ia tak tahu apa yang perlu ia ketahui. Ketika ada yang memperkenalkan benda-benda di sekitarnya, reaksinya bercampur antara bergairah, puas, penasaran dan juga marah. Secara tak sadar, ia tidak mau menerima keterbatasan fisik yang dimilikinya.
Saran untuk membawa Helen untuk berobat juga sudah dilakukan keluarga. Namun sama sekali tidak membuahkan hasil. Hingga suatu hari keluarga Helen mengikuti saran dari Dr Alexander Graham Bell untuk mendatangkan seorang guru dari Perkins Institution di Boston.
Keluarga berharap agar Helen memiliki seorang guru yang mampu membimbingnya dalam mengatasi segala keterbatasan yang dimilikinya. Seorang guru bernama Anna Mansfield Sullivan pun didatangkan untuk membimbing Helen. Sejak saat itu, kehidupan Helen mulai berubah.