Tahapan transformasi kedua di Polandia adalah meningkatkan akuntabilitas pendidikan melalui tes-tes terstandar.
Tes-tes terstandar ini dilakukan secara rutin di setiap jenjang Pendidikan; SD, SMP, dan SMA.
Tes ini diperlukan untuk memastikan bahwa para siswa benar-benar belajar dan mengalami peningkatan kemampuan berpikir. Tes ini membantu sekolah untuk mengetahui bagaimana posisinya dibandingkan dengan sekolah lain, sehingga mereka dapat terus meningkatkan kualitasnya. Tes-tes tersebut juga berfungsi untuk mengidentifikasi siswa dan sekolah yang
membutuhkan bantuan.
Tahapan transformasi ketiga adalah meningkatkan ekspektasi siswa terhadap pendidikan yang mereka terima.
Di Polandia, sekolah kejuruan dinilai sebagai pilihan kedua setelah sekolah menengah atas regular. Anak-anak yang diarahkan ke sekolah kejuruan cenderung memiliki ekspektasi yang rendah dan pada akhirnya semangat yang rendah pula.
Karena itu, Polandia menambahkan satu tahun untuk anak-anak baru di sekolah kejuruan maupun SMA, di mana mereka belajar bersama dengan kurikulum yang sama, sebelum mereka memulai pelajaran masing-masing.
Penjurusan adalah praktek yang umum dilakukan dalam sistem pendidikan.
Penjurusan ini dapat dilakukan berdasarkan minat, seperti di Jerman aau Austria; atau berdasarkan hal lain, seperti di Amerika, Inggris, Jepang, Swedia.
Penjurusan di negara-negara yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi dilakukan di usia yang lebih dewasa (Finlandia melakukan penjurusan pada usia 16 tahun). Hal ini ditujukan untuk mendorong siswa agar bisa belajar semaksimal mungkin hingga waktu yang lebih lama.
Tahapan transformasi keempat adalah otonomi sekolah.
Untuk itu, pemerintah lokal memiliki otoritas dan tanggung jawab terhadap anggaran pendidikan mereka.
Sedangkan para kepala sekolah memiliki kebebasan untuk memilih tim guru mereka. Para
guru pun memiliki kebebasan untuk memilih buku teks dan metode pembelajaran yang mereka gunakan selama dapat memenuhi tujuan dan standar kurikulum yang ditetapkan.