Ide mengenai sebuah toko yang menyediakan barang apa saja secara online dimulai di suatu kantor perusahaan dana investasi bernama D. E. Shaw & Co (DESCO), saat Jeff Bezos bekerja di sana.
Jeff Bezos adalah seorang analis kuantitatif keuangan di sana sebelum mulai membangun Amazon. Jeff Bezos dinilai sebagai orang yang antusias dan mau belajar mengenai apapun. Pengalamannya di DESCO nantinya turut memengaruhi cara ia menjalankan Amazon, termasuk cara perekrutan karyawan baru.
DESCO adalah sebuah perusahaan dana investasi yang berbeda dibandingkan dengan perusahaan investasi lainnya di New York. Tidak ada formalitas yang tidak perlu, misalnya dari penampilan, hierarki dan sebagainya.
Di DESCO, karyawan terlatih untuk berpikir secara inovatif dan selalu ditantang untuk menemukan gagasan-gagasan baru. Dari sinilah Bezos menciptakan ide mengenai toko penyedia segalanya; the everything store.
Jeff Bezos memulai idenya bersama Mackenzie, istrinya, dan Shel Kaphan serta Paul Davis dengan membuat toko buku online. Niatnya saat itu sederhana namun ambisius, yaitu menjadi toko buku online yang lebih unggul daripada toko buku online yang sudah ada saat itu.
Beberapa nama sempat dipertimbangkan termasuk Cadabra dan Relentless (Jika Anda membuka relentless.com maka akan diarahkan ke Amazon.com). Akhirnya terpilih nama
Amazon yang merupakan sungai terbesar di bumi dan melambangkan impian untuk menjadi toko buku terbesar di bumi.
Setelah website dibuat, berbagai inovasi terus dilakukan. Selain terus memperbaiki tampilan di websitenya untuk memudahkan pembeli mencari buku yang ingin dibeli, Amazon juga membuat suatu fitur yang tidak biasa pada waktu itu, yaitu sebuah ulasan buku.
Ulasan-ulasan tersebut tentunya tidak semua berisi tanggapan positif, namun Bezos percaya bahwa ulasan-ulasan buku itu dapat membantu pembeli.