Debu-debu berhamburan di Washington D.C. sejak Gunung Tambora meletus pada bulan April tahun 1816. Masyarakat di pantai Amerika mulai merasakan tanda-tanda petaka itu akan datang.
Awan aerosol Tambora yang datang telah meredupkan matahari di seluruh wilayah Atlantik Utara, dan mulai mengacaukan sistem cuaca musiman. Keadaan menjadi semakin dingin dan mencekam.
Dingin yang bercampur dengan udara yang lebih hangat di atas langit wilayah pedesaaan New York telah membawa presipitasi sedingin es, dan badai guntur yang merusak Pennsylvania.
Sedangkan di Virginia, para petani mulai mencemaskan efek musim kering berlarut-larut yang bisa membuat tanaman gandum mereka menjadi rusak dan rapuh sehingga akan beresiko gagal panen.
Sementara itu pada 5 Juni, langit berubah menjadi hitam oleh hujan batu di Winston-Salem di North Carolina, dan di Boston suhu meningkat di atas 32,2 derajat celcius yang kemudian sehari setelah itu berubah menjadi sangat dingin.
Gelombang dingin yang terjadi pada periode 5-11 Juni telah menumpahkan salju setebal 30 sentimeter atau lebih di seluruh Timur laut dan menghancurkan ladang jagung dan biji-bijian mereka tanpa sisa.
Mereka menggambarkan embun beku yang dahsyat itu telah membuat burung-burung mati dari atas pepohonan, banyak pohon apel yang baru berbuah gagal panen, sehingga membuat para petani berdo’a semalaman untuk memohon keselamatan.
Tahun 1816 bukanlah menjadi tahun terdingin dalam sejarah Amerika Serikat, tetapi satu-satunya tahun yang mencatat adanya embun beku dalam setiap bulannya di kala musim panas yang seharusnya terjadi.