Masyarakat miskin di Eropa hidupnya semakin menyedihkan, penyakit berdatangan, dan bencana kelangkaan pangan terjadi secara terus-menerus pada periode setelah meletusnya Gunung Tambora.
Sedangkan, masyarakat menengah Eropa terjebak pada perekonomian dan kehidupan sosial yang tidak menyenangkan selama bertahun tahun. Kehidupan semakin lebih sulit saat cuaca ekstrem berkepanjangan menghampiri mereka.
Seorang penulis asal Irlandia, William Carleton menggambarkan situasi Irlandia di antara desa-desa pegunungan County Tyrone yang mengalami masa-masa tragis, di mana kelangkaan pangan besar terjadi.
Tanaman-tanaman penunjang kehidupan masyarakat banyak yang rusak dan gagal panen akibat musim panas yang basah dan dingin. Selain itu, mewabahnya kutu yang membawa tifus membuat para petani semakin lemah dan tidak berdaya.
Mereka melihat tanaman gandum yang gagal panen, butirannya menjadi lebih kecil dan berjamur, bahkan memecahkan kulit arinya sebelum germinasi.
Tidak hanya itu, roti-roti yang mereka buat dari terigu tidak bisa lagi dimakan, hingga anak-anak membulatkan gumpalan lembab itu menjadi bola dan dilemparkan ke tembok-tembok sebagai mainan mereka.
Dampak lain juga terjadi pada alat transportasi tradisional mereka, seperti kuda banyak yang mati. Kuda-kuda saling tarik-menarik dalam tali kekang karena kekurangan gizi dalam biji-biji haver saat musim itu terjadi.
Kemiskinan dan kelangkaan pangan sporadis memang menjadi masalah kronis di Irlandia selama berabad-abad, namun hal itu meningkat tajam saat periode 1815-18.