Yunnan merupakan salah satu provinsi di China yang wilayahnya dikaruniai kehangatan sepanjang tahun. Oleh karena itu, provinsi ini mendapat julukan “Negeri Musim Semi Abadi”.
Meskipun secara letak, wilayah Yunnan ini berada di dataran tinggi, namun ketika musim dingin hanya 4 derajat celcius saja, lebih hangat daripada dataran rata di timur dengan lintang yang sama.
Kehangatan wilayah tersebut, diakibatkan Yunnan selalu mendapatkan sinar matahari yang cukup saat musim dingin tiba, sehingga menyebabkan daerahnya berlimpah dengan tanamannya yang menghijau dan pertanian padinya yang sangat baik.
Namun, dampak akibat Tambora telah membuat Yunnan tidak lagi menghangat selama musim panas tahun 1816, bahkan salju turun selama 3 hari pada bulan Juli.
Tepatnya pada akhir musim semi 1815, di mana awal letusan terjadi. Angin barat daya yang dinanti-nanti di wilayah Yunnan tidak kunjung datang untuk menyebarkan awan, malahan bertahan di atas pegunungan, dan menurunkan hujan sangat lebat.
Hujan tersebut merendam tanaman dengan membuat suhu air jauh lebih dingin, sehingga membuat padi yang merupakan salah satu tanaman pangan kuat tidak mampu menghasilkan butiran biji yang sangat baik.
Biji menjadi lebih keras, dan butir padi yang terkena dingin menjadi gagal menyelubungi diri dengan baik, sehingga membentuk cakar mungil bertonjol-tonjol tajam yang jelek.Hal itu mengakibatkan kelangkaan pangan terburuk dalam sejarah Yunnan.
Angin utara ini secara terus menerus mendinginkan air sawah, mengganggu keseimbangan yang kritis untuk produksi padi. Bahkan hampir tidak ada butir tersisa untuk dipanen diakhir musim panas di Yunnan dari 1815 hingga 1817.
“Inilah yang bisa dikatakan tentang semburan Tambora: Ia pembunuh yang memikat. Tragedi bangsa-bangsa yang berkedok matahari terbenam yang spektakuler.”
Gillen D’Arcy Wood