Benar nyatanya bahwa dunia mengalami perubahan iklim saat Tambora meletus. Pendinginan global telah mengakibatkan kelangkaan makanan yang berlarut-larut, dan bagi sebagian orang di dunia mengatakan bahwa ini adalah masa tersulit.

Cuaca ekstrem 1816, telah mengilhami ahli metereologi dunia sehingga mereka memiliki sejumlah basis statistik terutama dalam catatan suhu. Seperti yang disajikan oleh orang yang layak disebut sebagai bapak metereologi dunia ini, Luke Howard.

Dari tahun 1807 sampai 1819, Luke Howard telah menyajikan data secara profesional tentang kondisi cuaca Inggris, lengkap dengan tabel statistik yang terperinci serta kolom komentarnya yang panjang lebar.

Ia memberikan judul The Climate of London, yang berisikan tentang kumpulan kondisi cuaca di suatu wilayah tertentu selama kurun waktu tertentu. Ia memberikan bukti yang kuat bagaimana pola cuaca berubah setelah terjadi letusan Gunung Tambora.

Seperti pada bulan Januari 1816, Howard, mencatat “angin sangat kencang” dan “badai angin dan hujan yang ganas” di London dan tempat lain yang hampir terjadi di setiap harinya.

Pada waktu yang lain, ia juga menunjukkan pada suhu siang hari, 9 Februari 1816, bahwa suhu tidak pernah melebihi -6,7 C dan ketika malam hari turun ke 5 derajat di bawah nol.

 Selain itu, Howard juga melihat desa-desa terbenam dan beberapa kota tergenang akibat cuaca ekstrem yang berkepanjangan. Banyak kerusakan yang terjadi disebabkan oleh badai, banjir, dan hujan lebat.

Lain halnya di utara, wilayah Skandinavia, Howard melihat banyak pertanian yang gagal akibat kekeringan. Bahkan banyak masyarakat di Danzig dan Riga selalu berdoa kepada Tuhan semalaman, agar diberikan hujan.

Secara keseluruhan dari tahun 1816 sampai 1818, dampak Tambora telah membuat cuaca di bumi Eropa berubah drastis dan sangat ekstrem sehingga menyebabkan banjir serta kekeringan di mana-mana.