Pendidikan saat ini tidak memiliki “rasa haru”. Sebab pendidikan saat ini berorientasi penuh pada pengetahuan, angka-angka, dan daya guna, tetapi tidak memiliki daya tarik. Karena hal-hal yang berkaitan dengan hati dan kehidupan, seperti senyum, semangat, tenggang rasa, dan kebaikan itu “tidak bisa dinilai”.
Pak Oogoshi di Jepang, menghadapi para murid sebagai satu individu manusia, berbicara dari hati ke hati dengan serius, dan sering menyediakan kesempatan untuk berdiskusi. Di sana, para murid menumpahkan pikiran serta terharu dan kemudian kembali menunjukkan senyuman mereka yang luar biasa.
Itu menjadi kesempatan untuk mengembalikan semangat mereka untuk kembali bangkit dengan ceria dan penuh vitalitas-dan dikatakan bahwa gen anak-anak putus sekolah yang menjadi padam di sekolah, satu per satu menjadi menyala.
Sungguh ironis bila hal-hal bagus tersebut justru ditemui melalui “pendidikan luar sekolah”. Seharusnya, di sekolah, kegagalan (tidak naik kelas), bukanlah kerugian, tetapi kesempatan menuju keberhasilan. Apalagi adanya istilah “putus sekolah” yang banyak sekali merenggut semangat, menjadi minder, dan berkurangnya antusias belajar si anak.
Kebanyakan pelajar tak punya waktu luang untuk merasakan “kesehatan hatinya”. Mereka seperti eskalator, melangkah ke depan dan naik kelas tanpa jiwa yang sehat dan terus berusaha mati-matian untuk nantinya masuk perusahaan bagus.
Kemudian pada usia 40-50, mereka akan menghadapi kemalangan bernama PHK. Pada saat seperti itu, entah apakah mereka siap dengan “kondisi malang” seperti seorang siswa yang terkena DO dari sekolahnya pada usia 18 tahun?
Karena itulah, kondisi buruk tersebut—kapan pun terjadinya—seharusnya bisa membuat “gen menyala”, sehingga siapa pun bisa tampil lebih baik meskipun berada pada lingkungan atau mendapatkan perlakukan yang buruk. Artinya, setelah mengalami hal buruk, siapa pun bisa bergerak lebih cepat untuk meraih kesuksesan sesuai versinya masing-masing.
“Perasaan dan kesadaran memengaruhi kerja nyala/padamnya gen. Karena itu, ketika pasien tertawa (bahagia), itu akan mempermudah proses penyembuhan penyakit yang dideritanya.”
Kazuo Murakami