Natsir sangat mencintai buku. Ia pernah mengikuti lomba baca puisi karena hadiahnya adalah sebuah buku berjudul Waar Mensen Tigger Buren Ziyn (Manusia dan Harimau Hidup Sejiran) karangan Westenenk.
Ketika mendapat tugas membuat makalah mengenai pengaruh penanaman tebu dan pabrik gula di Jawa Tengah, selama dua minggu ia rajin mengunjungi perpustakaan Gedung Sate.
Aneka literatur terkait hal tersebut diburunya, mulai dari jurnal terbitan kaum pergerakan hingga notula perdebatan di Volksraad (semacam DPR).
Hal ini juga dikisahkan Amien Rais yang mengatakan bahwa Natsir adalah seorang kutu buku. Segala jenis buku dilahapnya. Buku filsafat barat baik modern atau pun kuno dibacanya sebanyak ia membaca buku sejarah dan sastra.
Tak ketinggalan ia juga rajin mengikuti berita internasional dari berbagai jurnal.
Di tempat belajar pun, Natsir sering menghabiskan banyak waktu di perpustakaan. Melalui buku Snouck Hurgronje yang berjudul Netherland en de Islam, Natsir muda merasa terpanggil untuk ikut berjuang.
Tekadnya sudah bulat. Ia akan berjuang melawan Belanda melalui pendidikan.
Hal tersebut dibuktikannya ketika ia memutuskan untuk mengubur cita-citanya menjadi seorang ahli hukum dengan menolak beasiswa ke Belanda. Natsir lebih memilih untuk mendirikan sebuah sekolah kecil di Jalan Lengkong Besar nomor 16.
Ia bertekad membuat lembaga pendidikan Islam modern yang berbeda dengan pesantren dan madrasah pada saat itu. Ia ingin memadukan ilmu pengetahuan umum yang diajarkan di sekolah Belanda dengan pelajaran agama Islam.
Natsir juga yang memperkenalkan administrasi untuk pesantren. Dengan mengurangi hafalan, Natsir menstimulus siswa agar hidup mandiri.
Ia juga mengajak bercocok tanam dan belajar piano. Bahkan, khotbah Jumat tidak hanya disampaikan oleh guru atau ustaz tetapi juga murid yang dianggap mampu.
Demikian juga pada keluarganya. Natsir bisa menolak berkali-kali untuk membelikan sepeda motor bagi anaknya namun ia bisa langsung memberikan uang bagi kebutuhan sekolah cucunya.
Bagi Natsir, pendidikan harus lebih diutamakan dibandingkan hal lainnya.
“ Maka sistem pendidikan Islam itu, ringkasnya, adalah ditujukan kepada manusia yang seimbang. Seimbang kecerdasan otaknya dengan keimanannya kepada Allah dan Rasul ”
Natsir