Buku

Natsir

Politik Santun di antara Dua Rezim
By Tempo
<
>
5 dari 7

Dalam menjalani kehidupan, Natsir selalu berpesan pada keluarganya agar selalu bersyukur dengan apa yang mereka miliki. Kehidupan keluarganya jauh dari kata mewah. Ia tidak menunjukkannya melalui kata-kata namun melalui keteladanan.

Sebagai seorang menteri, penampilan Natsir jauh dari kesan mewah. Hanya ada sebuah jas bertambal dan dua buah kemeja. Baginya itu sudah cukup.

Justru para staf Kementerian Penerangan yang berinisiatif untuk memberikan Natsir pakaian yang layak bagi seorang menteri.

Natsir bahkan menolak secara halus bantuan mobil yang diberikan padanya. Padahal ia hanya memiliki sebuah mobil yang bisa dikatakan tidak layak bagi sosok mantan Perdana Menteri dan menteri Penerangan.

Terhadap anak-anaknya Natsir juga tidak memanjakan dengan berbagai fasilitas yang ia peroleh. Anak-anak tetap ke sekolah dengan menggunakan sepeda atau dijemput dengan mobil pribadi Natsir.

Sang istri tetap pergi ke pasar dan  kadang kala memasak sendiri. Padahal di rumah dinas ada ajudan dan pengurus rumah tangga yang siap membantu.

Sewaktu Natsir pensiun sebagai perdana menteri pada tahun 1951, dana taktis yang tersisa lumayan banyak. Dana sisa tersebut  sebenarnya sudah menjadi hak Natsir.

Alih-alih mengambil, ia justru menyerahkan ke koperasi karyawan tanpa satu sen pun ia ambil. Katanya, itu bukan haknya.  

Begitu juga ketika ia menjabat sebagai Vice President of World Muslim Congress yang berpusat di Mekkah, tiap tahun Natsir bisa berangkat naik haji. Tak pernah ia memanfaatkan fasilitas itu untuk memberangkatkan anak-anaknya. Hanya satu kali saja ia menggunakannya untuk pergi bersama sang istri.

Karena tempaan hidup sederhana, keluarganya pun tak mengalami kesulitan ketika harus bergabung dengan PRRI di pedalaman dan meninggalkan kehidupan nyaman di Jakarta.

Natsir juga tak pernah melarang  keluarganya untuk bergaul dengan mereka yang menganut keyakinan berbeda. Ia pernah berada pada zaman ketika menjalin persahabatan dengan orang yang berbeda ideologi bukanlah hal yang perlu dicurigai.  

Dengan D.N Aidit misalnya, Natsir sering minum kopi bersama di kantin gedung parlemen. Padahal Aidit adalah Ketua Central Committee PKI, sedangkan Natsir berasal dari Masyumi. Dua paham yang sangat jauh berbeda.

“ Cukupkan yang ada. Jangan cari yang tiada. Pandai-pandailah mensyukuri nikmat.”

 

Natsir

<
>
5 dari 7
Baca di Pimtar App Beli Buku Ini
Buku
Adam Grant
“Tabrak Aturan”, Jadilah Pemenang
Buku
Tim Penulis Tempo
Guru Para Pendiri Bangsa
Buku
Rudy Efendy
Prinsip Dasar Kepemimpinan Efektif di Era Disruptif
Buku
Cheryl Cran
Bagaimana Seharusnya Perusahaan Memberlakukan Karyawan dari Tiga Generasi Berbeda
Buku
Handry Satriago
Kicauan Sederhana, Penuh Makna
Buku
Jamie Notter & Maddie Grant
Mempersiapkan Masa Depan Bisnis yang Luar Biasa Optimis