Tanpa disadari, kebiasaan bersentuhan dengan teknologi setiap saat, melahirkan karakter-karakter baru murid zaman now seperti multitasking, selfish, narsis, egois, dan ASRI (asik sibuk sendiri).
Di era digital, meski guru dan murid bertemu, padahal mereka sesungguhnya saling menyembunyikan diri. Mereka bersama tapi berada dalam dunianya masing-masing. Asyik dengan layar sentuh dan earphone.
Selama guru tidak berusaha menjaga jarak dengan kecanggihan ponsel, murid-murid tidak akan memberikan diri sepenuhnya, perhatian murid tidak akan pernah fokus, dan mereka terperangkap multitasking.
Guna mempersiapkan materi agar supaya dekat, kontekstual, dan relevan dengan realitas keseharian siswa zaman digital. Guru kece harus mengembangkan model-model pembelajaran kontekstual dengan memadukan paradigma mendalam dharmati (guru zaman analog) dengan sudut pandang generasi digital (murid zaman now).
Pembelajaran kontekstual di era milenial hendak membekali murid 10 keterampilan agar sukses mengantisipasi masa depan yang identik dengan Internet of Think (IoT), yaitu :
Khan Akademi adalah contoh nyata perjuangan guru kece. Salman Khan yang menyediakan pembelajaran bermutu tinggi (world class) dalam tutorial video yang diunggahnya di Youtube atau halaman website yaitu khanacademy.org.
Materi pembelajaran kelas dunia bisa diakses anak-anak di wilayah paling terpencil di Indonesia, bukan lagi mimpi yang mustahil ketimbang penyediaan guru dan fasilitas pendukung untuk wilayah terluar.
Mengapa e-learning seperti Khan Academy sangat diminati oleh generasi Z dan A? Jawabannya karena platform edukasi itu menawarkan sistem belajar yang menyenangkan. Menonton video, melakukan komunikasi jarak jauh dengan tutor dari negara berbeda, dan memiliki teman dunia maya dari berbagai belahan dunia.
Kendati demikian, e-learning bukanlah subsitusi persekolahan. Banyak perkara yang belum bisa diberikan dunia online dalam pembelajaran. Misalnya pelatihan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk menjadi mahir.
Namun pendidikan konvensional juga memiliki kelemahan mendasar. Ilmu yang dipelajari di bangku sekolah sering tidak relevan dalam mengahadapi kehidupan nyata.
Generasi milenial memang lebih banyak tertarik dan cepat belajar segala hal yang beraroma visual dan partisipatif. Itu sebabnya metode pembelajaran harus diadaptasi agar lebih efektif.
Guru mesti memberikan experential learning baik di dalam maupun diluar kelas, guna mengembangkan karakter dan soft skill murid.
“Hakikat mengajar adalah memberikan perubahan. Mengajar adalah mengubah paradigma yang memapankan, dan mengubah mindset yang memelesetkan, serta mengubah tatanan yang menyamankan. Ditengah tumpukan tugas administratif, pendidik pembawa perubahan akan terus bergerak menanamkan perubahan di kelas-kelas demi terciptanya generasi penanam kebaikan.”
Howard G. Hendricks