Ada 9 kebiasaan untuk menjadi Guru Kece yang diidamkan generasi Y, Z & A yang diambil dari buku 9 Habits of Highly Effective Teachers karya Jacquie Tumbull.
Yang pertama, Anda harus memahami identitas diri sendiri. Nilai-nilai identitas ini terpancar dari cara guru berinteraksi dengan siswa. Pemahaman identitas itulah yang menjadikan guru effective.
Kedua, tentang pentingnya belajar sepanjang hayat. Pada umumnya Guru hanya bisa menyuruh siswa untuk belajar, tetapi guru kece selain memberikan semangat siswa untuk belajar mandiri juga menjadi teladan pembelajar sepanjang hayat.
Ketiga adalah cara guru mengatasi stres. Kunci dari hal ini adalah meningkatkan rasa syukur dan kreatif dalam menjalani rutinitas. Selanjutnya, guru kece mempunyai keterampilan dalam memprioritaskan tugas-tugasnya, sehingga ia dapat mengelola waktu dan energi.
Kebiasaan yang kelima adalah, guru kece terampil membangun kesepahaman dalam gaya belajar, kecerdasan, dan juga kondisi mental siswa. Yang dibutuhkan pada proses ini bukan hanya simpati melainkan juga empati.
Keenam, tidak kalah pentingnya adalah menjadi pendengar yang baik bagi siswa. Guru kece harus memperhatikan cara mengangguk kepala, kontak mata, gesture, dan menjaga ekspresi wajah yang tepat.
Gaya berkomunikasi bagi guru kece adalah asertif. Asertif adalah berada diantara agresif dan submisif. Asertif membuat guru kece mampu mengungkapkan perbedaan ide sembari tetap menghormati ide orang lain.
Kedelapan adalah pentingnya menebar karisma. Karisma didapatkan dari kemampuan guru dalam membangun hubungan dengan siswa.
Yang terakhir adalah keterampilan guru membangun jejaring dengan orang tua, rekan kerja, komunitas profesional dan lembaga pemerintah untuk mencapai visi pendidikan.
Melalui kesembilan keterampilan guru kece, maka Anda tidak mengenal lagi tentang istilah anak nakal dikelas, anak yang tidak suka membantah, serta menuruti segala perintah guru akan memudahkan guru?
Jika dilihat dari hari ini mungkin iya, tetapi guru kece melihat di masa depan, anak yang dikenal sebagai “anak baik” dikelas kelak hanya menjadi orang yang pasif dan tidak punya inisiatif.
Sedangkan “anak nakal” selalu bikin onar dikelas mungkin menyulitkan guru, tapi guru kece memandang hal tersebut adalah hadiah terbaik dari Tuhan. Seringkali “anak nakal” merupakan anak yang jenius.
Keonaran yang mereka ciptakan adalah penanda bahwa cara berfikir mereka berbeda, gaya belajar mereka unik, di masa depan justru para pembuat onar lah yang menjadi pemenang karena mereka selalu menemukan cara baru dalam berkarya.
Tugas pendidikan adalah menyiapkan siswa untuk hidup dimasa depan, itu sebabnya siswa perlu belajar, memiliki kemandirian, dan menyelesaikan persoalan.
Siswa yang hanya pintar ujian tapi takut mengambil keputusan sesungguhnya akan menjadi generasi rapuh seperti dalam buku Strawberry Generation karya Rhenald Kasali. Padahal masa depan membutuhkan generasi yang berani mengambil keputusan dan mengubah keadaan serta berani mendobrak kemapanan (grow mindset).
“Apakah gunanya seseorang belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja, jika pada akhirnya ketika ia pulang ke daerahnya ia berkata: Di sini aku merasa asing dan sepi!”
W.S. Rendra