Media (industri berita) bermain dengan emosi, bahkan sindiran bagi industri ini adalah slogan bad news is a good news. Slogan yang seolah-olah menggambarkan filosofi para pencari berita, yakni semakin buruk dan mengerikan sebuah kejadian, maka semakin bernilai berita dari kejadian tersebut.
Pasar pun kerap memberikan atensi lebih pada berita yang cenderung mengerikan. Jika kita mendengar 10 berita, yang 9 di antaranya adalah berita baik dan 1 berita buruk, maka kecenderungan kita adalah mengingat berita yang buruk dan melupakan yang baik.
Ingat kasus Prita Mulyasari! Seorang pasien yang mengeluhkan layanan sebuah rumah sakit swasta. Bukannya mendapatkan tanggapan yang baik dari rumah sakit, ia justru digelandang ke meja hijau karena dianggap mencemarkan nama baik. Kontan saja masyarakat marah dan menilai bahwa pihak rumah sakitlah yang tidak bertanggung jawab.
Kisah tersebut membuat banyak orang terharu, berempati, dan bersimpati. Akhirnya masyarakat bergerak mengumpulkan uang untuk membayar dendanya dengan nama program “Koin untuk Prita”. Simpati tidak hanya datang dari masyarakat umum, melainkan juga dari para selebriti.
Nah, selain kisah tragis yang bisa menyentuh emosi pembaca, ada juga kisah yang bisa viral, yakni cerita membuat pembaca takjub. Setidaknya, itulah yang disampaikan oleh seorang penulis dan ahli di bidang viral marketing, Jonah Berger.
Namun, Berger punya pandangan lain, bahwa artikel positif 13% lebih mungkin dibagikan ke banyak orang daripada artikel negatif. Hal ini berlawanan dengan filosofi bad news is a good news. Artinya, orang-orang sebenarnya lebih suka memviralkan berita positif daripada berita negatif.
Coba cek di Indonesia, ada akun Facebook bernama Good News From Indonesia. Ialah sebuah akun yang hanya membagikan berita-berita positif dari Indonesia. Akun Instagram mereka memiliki lebih dari 200 ribu followers. Slogannya pun cukup keren, yakni “Restoring Optimism, Rebuilding Confidence”.
Nah, pemaparan dengan pendekatan yang tepat—dalam hal ini menyisipkan alasan-alasan ilmiah dan juga spiritual serta memahami emosi dasar manusia dengan baik—mampu membangun premis yang kuat dan menggerakkan keyakinan seseorang. Itulah tulisan yang berpotensi viral!