Pada tahun 2007, dunia online semakin menggeliat. Indonesia mengalami booming internet. Di Amerika? Jangan ditanya. Ketergantungan orang pada internet semakin tinggi.
Ibaratnya, hidup akan menjadi susah dan membosankan tanpa adanya internet. Berbagai situs pun bermunculan dengan berbagai layanan dan beradu mendapatkan pengunjung terbanyak.
Saat itu, trafik Kaskus terus meningkat. Sudah mencapai 300 ribu member yang terdaftar resmi. Jumlah pengunjung jauh lebih besar lagi. Volume postingan pun sudah jutaan.
Karakteristik pengembangan Kaskus yang ditumbuhkan oleh para member menjadi kelebihan sendiri. Ken melihat kelebihan yang dimiliki Kaskus sebagai aset yang besar!
Yang dibutuhkan saat itu hanyalah strategi yang lebih matang dan jeli untuk mengangkat Kaskus dari “bayi kesangan Andrew” menjadi bisnis yang dikelola secara modern dan agresif.
Sudah tidak bisa dikelola sebagai aktivitas sambilan atau iseng-iseng. Kaskus perlu manajemen yang bisa membuatnya terbang dan terus melesat.
Ken menjelaskan panjang lebar tentang potensi Kaskus, tetapi Andrew hanya mendengarkan dengan santai dan menggelengkan kepala. Sangat bisa dipahami bila Andrew keberatan menerima usulan Ken untuk berinvestasi di situsnya tersebut.
Bagi Andrew, Kaskus memiliki nilai emosional tinggi dan tidak tertarik membuatnya jadi bisnis utama.
Saat itu, Andrew sudah mendapatkan gaji yang besar dari situs lyric.com. Maka, sambil terus bersabar, Ken tetap membicarakan potensi Kaskus.
Ken terus menerus membicarakan hal itu sampai Andrew terharu dengan kesungguhannya. Ken secara terbuka ingin berinvestasi di situs Kaskus. Itu artinya, Ken akan menjadi pemilik dan ikut serta mengelolanya.
Ternyata, pemilik situs lyric.com pun ingin membeli Kaskus seharga Rp5 miliar! Tentu saja Andrew sangat tertarik, terlebih Andrew ingin sekali membeli rumah di Seattle.
Ketika mendapat kabar itu, jelas saja Ken sangat bersedih. Karena sebenarnya Ken sudah bernegosiasi dengan ayahnya agar meminjamkan modal untuk berinvestasi di Kaskus.
Di lain pihak, Andrew mendapat saran dari pamannya untuk mengembangkan Kaskus sendirian saja. Pamannya akan memberikan modal tersebut.
Maka, Andrew pun berada di persimpangan yang sulit. Apakah dia akan menjual Kaskus? Apakah dia akan mengelola sendiri? Atau memilih Ken sebagai partner untuk mengembangkan Kaskus?
Akhirnya Andrew menyadari bahwa dia terlalu sayang menjual Kaskus. Sedangkan dia tidak bisa mengembangkan Kaskus sendirian. Dia butuh seseorang yang pandai dalam manajemen.
Terlebih Andrew kurang percaya diri untuk urusan negosiasi/pemasaran. Maka, Andrew memilih Ken sebagai partnernya. Sejak itulah, Ken ikut menanamkan modalnya.