Dari Betawi, Hatta kemudian melanjutkan sekolahnya ke salah satu sekolah ekonomi bergengsi di Kota Rotterdam, Belanda. Di Belanda, Hatta tidak hanya sekedar belajar ekonomi, namun ia juga bertransformasi menjadi seorang pemikir dan aktivis gerakan.

Bersama aktivis pergerakan lainnya, Hatta mendirikan sebuah perkumpulan yang bernama Perhimpunan Indonesia. Pergerakan ini membuat Hatta sering berinteraksi dan berdebat dengan beberapa tokoh komunis seperti Semaun dan Tan Malaka.

Pergerakan ini juga yang membuat Hatta sempat ditahan selama beberapa bulan oleh pemerintah Belanda sebelum akhirnya dibebaskan berkat bantuan pengacara sosialis asal Belanda. Bahkan, sampai kepulangannya ke Indonesia, ia tetap dimata-matai oleh pihak intelijen Belanda.

Di Belanda, Hatta memperoleh gelar doktor dan masih sering mengunjungi negara itu untuk menghadiri berbagai perundingan antara Indonesia dan Belanda. Ia berkunjung untuk terakhir kalinya ke negara itu pada tahun 1949 saat menghadiri Konferensi Meja Bundar. Hasilnya, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka.

Perjuangan Hatta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini mendapatkan penghormatan dari otoritas kota Haarlem, Belanda.  Bersama dengan nama-nama tokoh revolusioner dari berbagai negara, nama Hatta diabadikan menjadi salah satu nama jalan yang terdapat di kawasan tersebut yaitu Mohammed Hattastraat atau Jalan Mohammad Hatta.

Pemberian nama ini ditetapkan oleh Wali Kota Smith dengan melibatkan berbagai instansi kota. Penetapan nama jalan ini dilakukan untuk menghargai Hatta sebagai seorang tokoh pergerakan Indonesia, negarawan dan wakil presiden yang pernah ditahan pihak Belanda dalam masa pergerakannya.