Suatu cerita dan kisah hanya akan bekerja bila konsumen membeli apa yang tidak dibutuhkannya, tetapi yang diinginkannya. Ketika seseorang membutuhkan sesuatu, misalnya makanan, minuman dan tempat tinggal, tentulah ia akan sangat peduli dan menaruh perhatian pada esensi pembelian yang dilakukannya.
Bila seseorang lapar, makanan akan menjadi lebih penting daripada kemasannya. Tapi di masa ini telah bergeser, orang membeli karena keinginan, tak selalu karena kebutuhannya. Alasan seseorang membeli sesuatu tidak lagi karena kebutuhan, tetapi juga karena apa yang dirasakannya terhadap barang yang dibeli dan faktor keinginannya.
Konsumen sangat peduli tentang proses pembelian. Begitupula kemasan produk, pendapat teman dan pengalaman menarik dari suatu produk/ jasa telah menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi sesuatu. Jadi tentu saja terdapat koneksi yang kuat antara kegunaan produk/ jasa dan bagaimana konsumen merasakan produk/ jasa itu setelah mengkonsumsinya.
Konsumen membentuk keinginannya berdasarkan apa yang didengarnya dari orang sekeliling tentang kegunaan produk/ jasa yang dikonsumsinya. Misalnya orang-orang sangat antusias menyaksikan suatu film baru di cinema karena teman-temannya mengatakan film itu bagus.
Jadi apakah kegunaan dari suatu produk menjadi cara utama membentuk keinginan orang untuk membelinya? Tidak. Konsumen membeli apa yang diinginkannya, tak selalu yang dibutuhkan. Cerita dan kisah yang autentik lah yang punya kemampuan untuk menarik konsumen, bukan bentuk produk/ jasa yang Anda jual.