Pernah sekali dalam hidup Helen Keller, ia bermimpi memegang sebutir mutiara. Apa yang ia lihat dalam mimpinya tersebut pastinya bukan hasil imajinasi. Mutiara yang ada dalam mimpinya itu berbentuk kristal yang sangat mempesona.
Ketika melihat mutiara itu, ia merasakan kebahagiaan yang lembut. Mutiara itu seakan embun dan api, lembutnya hijau beludru lumut, serta halus seperti putihnya bunga lili.
Ia merasa yakin bahwa ia sangat beruntung dengan mimpi itu. Ia merasakan pengalaman kebahagiaan yang tidak terhingga saat mengingat mimpi itu terjadi.
Berbeda halnya dengan teman-temannya yang menceritakan betapa susahnya untuk mendapatkan mimpi yang membuat diri mereka bahagia. Mimpi mereka menggelisahkan dan ketika terbangun mereka akan terasa letih dan pegal-pegal.
Bagi Helen keller, kesamaan antara jaga dan keadaan tidur bisa ia tandai. Di dalam keduanya ia bisa melihat, namun bukan dengan matanya. Ia bisa mendengar, namun bukan dengan telinganya. Dan, ia bisa berbicara dan diajak bicara, namun bukan dengan bunyi suara.
Ia sangat terpesona dengan untaian kata, yang tidak pernah ia saksikan di dunia fisik. Baginya mimpi adalah kebahagiaan, dan lebih berharga daripada emas dan permata.
“Sebuah mimpi bahagia lebih berharga daripada emas dan permata.”
Helen Keller