Otak manusia terdiri dari tiga strata yang terus berkembang. Strata pertama adalah otak purba atau reptilia, yang mengendalikan lima F yaitu Fucking (seks), Feeding (rasa lapar), Flocking (sosialisasi), Fighting (berkelahi) dan Fleeing (menyelamatkan diri). Lima F ini muncul sebagai dorongan primitif yang muncul secara naluriah.
Strata kedua adalah otak paleomamalia yang berupa sistim limbik. Strata ketiga, yang paling luar, adalah korteks serebrum atau disebut otak neomamalia. Manusia dikatakan memiliki derajat lebih tinggi daripada mahluk lain karena memiliki korteks serebrum ini.
Ironinya, 95 % penggunaan otak hanya berkutat pada pemuasan kebutuhan-kebutuhan naluriah saja seperti apa yang harus dimakan, bagaimana cara memenangi persaingan, dan sebagainya.
Teori di atas lalu dikembangkan oleh Maslow (1908-1970) dengan mengelompokkan kebutuhan manusia dalam 5 tingkatan Piramida Kebutuhan Manusia, yaitu:
Perasaan bahagia yang ditimbulkan hormon kebahagiaan akan semakin kuat dengan semakin tingginya tingkat kebutuhan seseorang. Orang yang mencapai ranah lebih tinggi, biasanya jarang sakit dan memiliki kesempatan hidup yang lebih baik.
Penelitian terhadap hormon kebahagiaan membuktikan bahwa manusia bisa awet muda dan bersemangat jika mereka menjalani hidup dengan benar dan berjuang demi kesejahteraan orang lain.
Manusia memiliki mekanisme pengaturan keseimbangan dalam sistem metabolismenya, yang dikenal sebagai ”homeostatis”. Sebagai contoh, pori-pori kulit akan mengerut karena kedinginan untuk menghindari hilangnya kehangatan tubuh.
Mekanisme homeostatis ini juga ada pada hormon. Ketika adrenalin dilepaskan, serotonin pasti ikut dibebaskan untuk menghambat pengaruh hormon stres tersebut. Reaksi ini dikenal sebagai ”umban balik negatif atau penghambat”.
Tubuh manusia juga memiliki mekanisme yang bekerja untuk menghindari kemungkinan fungsi yang berlebihan. Untuk mengerem pengaruh hormon kebahagiaan, terdapat senyawa pembawa pesan (neurotransmiter) bernama asam gama-aminobutirat (GABA).
Ketika rasa lapar tidak dipenuhi, ia menjadi kebutuhan yang memaksa. Namun, jika perut sudah terisi penuh dan manusia merasa senang dan kenyang, maka senyawa GABA akan dilepaskan. Iniakan membuat makanan yang paling enak tidak menarik minat lagi.
Namun, ada fenomena ganjil yang patut dicermati. Senyawa ini tidak memberi umpan balik negatif saat bagian otak yang paling berkembang pada manusia, yakni lobus frontal, mendapat rangsangan untuk mengeluarkan hormon kebahagiaan. Bagaimana kita menjelaskan bahwa zat pengerem yang biasanya otomatis dikeluarkan, justru tidak dibebaskan saat bagian otak yang paling berkembang itu aktif?
Ketika Anda berusaha dengan berlebihan memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah (yaitu tingkatan 1 hingga 4), pemenuhannya menunjukan ada efek samping yang muncul. Misalnya, kelebihan makanan mengantarkan pada obesitas dan penyakit gaya hidup. Berkembangnya fungsi umpan balik negatif bertujuan untuk menekan kemunculan efek yang tidak diinginkan semacam ini.
Namun, ketika Anda memanfaatkan bagian otak yang tertinggi untuk memperjuangkan kesejahteraan dunia atau berbuat baik untuk sesama, ternyata tidak ada yang menghalanginya.
Bukan hanya bebas bekerja, otak juga mengeluarkan banyak hormon kebahagiaan yang bisa membawa Anda pada puncak kebahagiaan. Maslow menamainya ”pengalaman puncak”. Pada kondisi ini, hormon beta-endorfin seolah tidak ada habisnya diproduksi.