Penelitian Kristal air Masaru yang paling signifikan adalah hubungan antara air dan kata-kata. Ia membandingkan kondisi kristal air dari sebuah danau, sebelum dan sesudah diberi doa penyembuhan Buddha oleh seorang pendeta.
Kristal air dari danau sebelum didoakan membentuk wajah yang terdistorsi, sedangkan kristal air dari danau setelah didoakan membentuk kristal utuh dengan enam sisi yang rinci.
Masaru kemudian menempelkan kertas berisi berbagai macam tulisan dalam berbagai bahasa pada botol berisi air. Kata “cinta dan syukur” yang ditempel pada botol menunjukan potret kristal paling indah yang pernah ia lihat.
Kata “kebijaksanaan” juga memberikan potret kristal utuh yang indah. Kata “terima kasih” pun menghasilkan kristal yang indah. Sebaliknya, kata “kamu bodoh!” menghasilkan kristal yang sama seklai tidak berbentuk.
Kata “malaikat” menghasilkan kristal berbentuk cincin-cincin kecil yang saling mengait, sementara kata “setan” tidak membentuk kristal utuh karena terdapat gumpalan gelap di bagian tengah. Kalimat ajakan “ayo kita lakukan!” membentuk kristal lebih utuh ketimbang kalimat perintah “lakukan!”.
Kalimat “pohon jeruk yang sedang berkembang di bukit” yang ditempel ke botol air menghasilkan kristal air yang utuh dengan warna di bagian pusatnya berubah setiap sepuluh detik. Warna itu perlahan berubah dari putih bening menjadi kemerahan.
Diantara berbagai gambar kristal yang diperoleh, kondisi saat kristal-kristal air tampak indah merupakan prinsip dasar alam. Di antaranya ialah kebijaksaan, ucapan terima kasih, rasa cinta dan syukur, serta kalimat ajakan. Sebaliknya, kalimat negatif dan perintah merupakan suatu hal yang asing dalam prinsip alam.
Percobaan ini juga dilakukan dalam berbagai bahasa. Hasilnya pun sama. Setiap kata dengan makna yang sama memancarkan getaran yang sama pula. Hal ini menjelaskan kenapa kata-kata meski dalam berbagai bahasa mampu menghasilkan bentuk kristal yang sama.
Kristal paling indah dari kata “cinta dan syukur” membuat Masaru yakin bahwa dua hal ini menjadi dasar kehidupan di alam. Masaru juga mengamati bahwa kristal air yang ditempeli kata cinta dan syukur lebih mirip dengan kristal bertuliskan syukur saja dibandingkan dengan yang tertulis cinta saja.
Atas dasar tersebut, Masaru mengusulkan bahwa manusia harus memiliki rasa syukur lebih banyak daripada rasa cinta. Dunia saat ini membutuhkan manusia yang pandai bersyukur. Manusia harus mulai belajar apa artinya cukup. Bersyukur karena diahirkan di bumi yang telah menyediakan segala kekayaan alam agar manusia tetap hidup.