Drew Houston terhenyak di pojok bus antar kota yang akan membawanya menuju New York hari itu. Ia berencana hendak menghabiskan 4 jam perjalanannya dari Boston dengan menyelesaikan pekerjaannya.
Namun ia lupa membawa flash disk saat itu. Ia hanya membawa perangkat laptop dalam tasnya. Dengan gemas ia berpikir, harus ada cara yang lebih mudah untuk menyimpan file dimana pun ia berada, dan juga dapat dengan mudah mengaksesnya kembali melalui komputer jenis apa pun.
Berangkat dari kegundahannya sepanjang perjalanan Boston-New York itulah Houston mulai membangun teknologi untuk mensinkronkan file ke dalam jaringan. Dengan menggandeng kawan-kawannya yang memiliki ketrampilan di bidang teknlogi, mereka bekerja 20 jam setiap harinya.
Mereka bekerja keras untuk membuat kode yang dapat membuat teknologi tersebut dapat bekerja di semua jenis komputer. Hingga akhirnya mereka berhasil menyelesaikan masalah seperti masalah yang dialami Houston yang lupa membawa flash disk dalam perjalanannya ke New York.
Permasalahan ini juga bisa terjadi pada jutaan orang lainnya di dunia. Pergi ke luar kota dengan membawa satu tablet, namun memiliki ratusan file lainnya yang terjebak di dalam laptop dan komputer.
Saat mereka menemukan sebuah firma modal ventura terkemuka, mereka pun melakukan pertemuan di apartemen Houston yang menjadi basecamp proyek mereka. Mereka bertemu dengan seorang investor yang memberikan dana sebanyak 1,2 juta dolar Amerika untuk produk yang mereka beri nama Dropbox.