Guru (dan dosen) adalah saka guru pendidikan. Logikanya, jika selalu ada masalah terkait guru, khawatir pula lah kita terhadap konstruksi bangunan pendidikan.
Konstruksi rumah secara sederhana ataupun modern, senantiasa pasti mengenal tiang penyangga utama atau pilar. Dalam konteks pendidikan, pilar ini yang dalam kosakata bahasa Jawa disebut dengan saka guru.
Pilar utama tersebut sudah sudah menjadi tumpuan dan penyangga sebagian besar beban. Apabila saka guru ini lemah atau kurang kuat, khawatirlah orang terhadap seluruh konstruksi bangunan rumah itu.
Menjadi guru sebagai panggilan hidup pasti tidak mengandalkan ijazah semata-mata, melainkan terutama digerakkan oleh motivasi, komitmen, dan kemauan terus belajar. Guru sejati adalah guru yang berwibawa.
Kalau benar 75% guru-guru kita termasuk penggamang, mungkin kegamangannya lebih dikarenakan mereka merasa tidak berwibawa (lagi) di hadapan murid-murid, mengingat “ilmu keguruannya” tidak sepadan dengan tuntutan zaman dan kemajuan murid-murid. Tragis benar bila hal itu yang terjadi.
Guru sejati dapat ditemukan dalam diri guru-guru pemberani yang sebutlah jumlahnya mungkin kurang dari 25 persen saja.
Kemdikbud sebaiknya melacak dan berusaha menemukan guru-guru sejati yang jumlahnya sangat sedikit itu, dan bentuklah mereka itu menjadi agen perubahan sesuai muatan dan cita-cita kurikulum 2013.