Jika hasil analisis citra menunjukkan keberadaan “ghost image” atau gambar aneh akibat detektor pada teleskop yang diselubungi titik-titik embun, maka seorang astronom hanya akan mendapatkan hasil yang sia-sia.
Meskipun titik-titik embun itu sangat tipis, namun lapisannya mampu menghilangkan makna cahaya bintang. Apalagi jika debu yang menutupinya, pasti cahaya tidak masuk ke detektor.
Demikian juga dengan kalbu, jika debu-debu dosa menyelimutinya, niscaya kepekaannya akan semakin berkurang, bahkan hilang.
Kalbu sebagai detektor yang berfungsi membimbing manusia. Dengan adanya kalbu manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Apabila kepekaannya hilang, maka mustahil dapat menangkap cahaya Allah SWT.
Kita bisa renungkan Surah Al-Baqarah (2) ayat 74, kemunafikan dapat menutupi kalbu seseorang, yang kemudian kalbu akan menjadi sangat keras seperti batu. Hal tersebut membuat cahaya sangat sulit menembusnya.
Meskipun alat indera seperti mata dan telinga berperan sebagai detektor fisis dalam hal menangkap cahaya Allah SWT, namun kalbulah yang paling berperan.
Hal tersebut bisa kita dapatkan pada Surah Al-Araf (7) ayat 179; “…mereka mempunyai kalbu tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga namun tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah)…”
Kalbu yang tertutup atau mengeras akan cenderung membentuk perilaku manusia yang manipulatif, yaitu perilaku seperti korupsi, kolusi dan segala bentuk ketidakadilan.
Kepekaan kalbu dapat dipelihara melalui iman dan zikir, sehinggga manusia akan merasa tenteram sehingga mampu bergetar setiap kali cahaya Allah menyentuhnya.
“Kalbu berfungsi sebagai detektor pembeda yang baik dan buruk.”
T. Djamaluddin