Moda transportasi di kota Solo banyak menginspirasi kota-kota lain di Indonesia karena inovasinya yang secara terus-menerus dikembangkan, seperti Bus Tingkat Wisata, Batik Solo Trans (BST), Railbus, dan penerapan teknologi ITS.
Selain itu, di Solo juga terdapat berbagai fasilitas yang memberikan kemudahan bagi pejalan kaki seperti trotoar, citywalk, dan pelican crossing. Tentunya fasilitas tersebut merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan Solo sebagai kota yang humanis dan ramah lingkungan.
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sistem tata kota yang ingin menjadikan wilayah Solo sebagai Ecocultural City, seperti dibangunnya City Walk, tempat pejalan kaki yang memanjang sekitar 6-7 km di sisi selatan jalan Slamet Riyadi dengan trek lebih dari 3 meter, dan berbagai pohon rindang yang membuat kota ini menjadi lebih nyaman.
Belum lagi adanya program Solo Car Free Day yang diadakan Pemkot Solo sejak tahun 2010 disetiap hari minggunya, di mana masyarakat melakukan berbagai aktivitas seperti berjalan kaki, bersepeda, dan menampilkan berbagai bentuk kreativitas di sepanjang jalan dengan musik tradisional, gamelan, dan lain sebagainya.
Ecocultural City menjadi langkah strategis yang bisa diterapkan untuk membuat kota lebih humanis dan ramah lingkungan di tengah peliknya identitas kota yang selalu identik dengan kemacetan, bising, polusi, dan ketidaknyamanan lainnya.
“Kota Solo, yang sejak dulu diakrabi karena kuliner dan budaya, kini makin terkenal dengan sistem transportasinya.”
Bambang Susantono