Pada tahun 1935, Korps Udara Angkatan Darat Amerika Serikat berencana memesan sekurang-kurangnya 65 buah pesawat Model 299 buatan Boeing Corporation.
Pesawat tersebut mampu membawa bom lima kali lebih banyak daripada yang disyaratkan oleh angkatan darat. Selain itu, pesawat itu juga mampu terbang lebih cepat dan memiliki daya jelajah dua kali lebih jauh dari pesawat terdahulu.
Kemudian beberapa jenderal angkatan darat dan para eksekutif Boeing Corporation menyaksikan pesawat uji Model 299 yang sedang dipindahkan ke landasan pacu. Mereka melihat bahwa bentuk pesawat sangat mengesankan dengan bentang sayap 31,5 meter, dan empat buah mesinnya yang menjuntai pada kedua belah sayapnya.
Pesawat tersebut menderu di landasan pacu, tinggal landas dengan halus, dan mulai menanjak dengan tajam sampai ketinggian hampir 100 meter. Namun, secara tiba-tiba pesawat mengalami stall (kehilangan daya angkat), miring ke satu arah dan jatuh dengan ledakan yang sangat dahsyat.
Para investigator menyelidiki kejadian tersebut. Mereka menemukan bahwa secara mekanik pesawat itu tidak mengalami kerusakan sama sekali. Sedang menurut wartawan, pesawat tersebut terlalu rumit untuk diterbangkan oleh satu orang pilot.
Kemudian korps udara angkatan darat memperkenalkan pendekatan sederhana namun cerdas. Mereka menciptakan cheklist untuk seorang pilot. Cheklist tersebut berisi daftar yang digunakan pilot untuk memeriksa langkah demi langkah dalam proses tinggal landas.
Dengan bantuan checklist, mereka dapat menerbangkan Model 299 sampai hampir 3 juta kilometer, tanpa terjadi kecelakaan. Akhirnya, angkatan darat memesan hampir 1.300 unit pesawat ini, yang kemudian terkenal dengan sebutan B-17.