Ada tujuh strategi utama yang dapat diterapkan untuk mengembalikan peran guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter di era keblinger.
Strategi pertama adalah guru harus memahami visinya sebagai seorang guru. Visi merupakan pemahaman, cita-cita dan keinginan luhur yang Anda miliki sebagai guru.
Secara garis besar, ada empat visi guru berdasarkan pemahamannya tentang pendidikan yaitu visi akademis, visi efisiensi sosial, visi siswa sebagai pembelajar, dan visi rekonstruski masyarakat.
Strategi berikutnya adalah guru harus menjadi seorang peneliti. Pada dasarnya, guru adalah seorang peneliti. Sayangnya, kegiatan pengamatan apa yang terjadi di kelas yang diajarnya ini tidak bersifat konseptual dan tidak terdokumentasi dengan baik.
Selanjutnya, guru harus mendapatkan umpan balik (feedback) profesional yang otentik, efektif, dan valid. Umpan balik ini dapat diperoleh dari siswa dan orang tuanya karena mereka lebih banyak tahu tentang perubahan yang dialami oleh guru.
Strategi keempat adalah menumbuhkan kejujuran akademis di lingkungan pendidikan. Sebagai guru, Anda harus memiliki integritas dan mampu menjadi model yang baik bagi siswa, serta mau mengkitisi celah-celah yang berpotensi melahirkan ketidakjujuran dalam kebijakan sekolah.
Strategi selanjutnya adalah dengan menerapkan pembelajaran kolaboratif. Seperti siswa belajar untuk mencari kebenaran pengetahuan secara bersama-sama, berani membagikan pikirannya kepada orang lain dan menumbuhkan pemikiran kritis dan afirmatif.
Strategi keenam adalah dengan menjadikan sekolah sebagai komunitas belajar profesional. Untuk mewujudkan hal ini, guru harus memiliki kedewasaan individu, menjunjung etika profesi, saling bekerja sama secara profesional dan tetap memperhatikan kearifan lokal.
Strategi terakhir adalah dengan menumbuhkan budaya demokratis. Perubahan akan sulit terjadi jika budaya demokratis belum terbangun di sekolah.