Pertengahan tahun 1949, PKI mendapatkan kesempatan baru setelah terjadinya perdebatan panjang dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yakni keputusan untuk memberikan hak hidup kepada PKI.
Partai tersebut, diajak untuk mempertahankan Republik yang hendak diacak-acak oleh Belanda lagi. Tujuannya satu, untuk berjuang bersama-sama.
Kemudian PKI menobatkan Alimin sebagai pemimpin sementara. Konsep Alimin ini bertentangan dengan jalan Musso yang cenderung radikal dan terbuka.
Namun, kaum muda PKI seperti Aidit, Lukman, dan Njoto lebih condong kepada pemikiran Musso. Dan, pada Kongres PKI tahun 1951, ketiganya menjadi pemimpin Politbiro CC PKI dengan jabatan ketua satu, dua, dan tiga.
Sikap kritis PKI kepada pemerintah terus saja dikembangkan, dan pada Oktober 1951, PKI menolak Konferensi Meja Bundar.
Pada tahun 1954 terjadi Kongres PKI di Malang, yang kemudian konon Stalin mengamanatkan agar partai menguasai desa, kota, dan tentara. Semua organisasi onderbouw PKI didorong untuk menjadi alat propaganda partai.
Hasilnya tidak sia-sia. Pada tahun 1955, PKI berhasil menduduki peringkat empat dalam Pemilihan Umum 1955.
“Kegagalan aksi PKI 1948 di Madiun berujung dibantainya ribuan pengikutnya. ‘Jalan Baru’ Musso akhirnya kalah.”
Tempo