Apakah Anda memperhatikan betapa tenangnya anak ketika disodori perangkat digital? Saat menggunakan perangkat digital, anak terpapar stimulus yang kuat pada indra penglihatan dan pendengarannya. Saat stimulus berlangsung dan ada penampilan baru yang menarik, setiap kali pula anak tak bisa mengalihkan perhatiannya.
Akibat sering mendapat stimulus seperti itu, anak tidak akan memberikan perhatian pada permainan-permainan yang tidak bisa memberikan stimulus yang sama kuatnya.
Sebagai akibatnya lama-lama otak anak akan menjadi “otak popcorn” (popcorn brain). Ini adalah kondisi otak yang terbiasa dengan layar perangkat digital yang senantiasa memberikan stimulus kuat sehingga otak seperti pop corn yang meletup-letup saat matang.
Anak akan mencari hal-hal yang semakin lama semakin brutal, impulsif, cepat dan menarik. Semakin sering anak terpapar perangkat digital, kemungkinan besar mereka semakin sulit dalam melalui perkembangan emosi, konsentrasi serta daya pikir.
Karena itu, beri kesempatan bagi anak untuk merangsang berbagai macam sensor motorik lewat pengalaman nyata. Lebih penting lagi, fasilitasi mereka untuk menjalin ikatan emosional dengan orang tuanya.
Pengaruh negatif perangkat digital terhadap perkembangan otak anak-anak telah dibuktikan pula secara ilmiah.
Hal tersebut telah diungkapkan pertama kali oleh saluran CNN Amerika Serikatpada 23 Juni 2011. Disebutkan bahwa jika seorang anak terbiasa melakukan banyak hal sekaligus di perangkat digitalnya (multitasking), struktur otak cenderung tidak bisa beradaptasi dengan dunia nyata.
Multitasking membuat perkembangan daya konsentrasi anak juga terhambat sehingga tidak dapat menyerap pelajaran dengan baik. Padahal, daya konsentrasi anak mulai berkembang sejak usia tujuh tahun.
Sedangkan pada usia 9-10 tahun, kemampuan berpikir abstrak menjadi standar kemampuan belajar dan kematangan anak, sementara perangkat digital justru membuat kemampuan berpikir abstrak anak tidak berkembang.