Menghadapi generasi Z, para digital natives yang sangat dekat dengan teknologi, mudah bosan, kreatif, dan percaya diri, maka perlu solusi bijak.
Karena dengan kemampuannya yang baik dalam mengakses informasi, generasi Z sebenarnya mendapatkan banyak kesempatan dan lebih terbuka untuk mengembangkan diri.
Generasi digital natives lebih banyak mengisi kehidupan dengan penggunaan komputer, video games, digital music players, video call, dan berbagai macam perangkat permainan yang diproduksi di abad digital.
Bahkan ada juga yang menyebut sebagai generasi sunyi (silent generation) karena anak-anak ini umumnya lahir dari generasi X yang berasal dari keluarga dengan jumlah anak yang sedikit (anak tunggal).
Strategi dalam mendampingi generasi Z sangat dibutuhkan agar potensi-potensi mereka dapat berkembang ke arah positif.
Karena dengan kemampuannya yang baik dalam mengakses informasi, generasi Z sebenarnya mendapatkan banyak kesempatan dan lebih terbuka untuk mengembangkan diri.
Lancaster dan Stillman (2002) dalam Reilly (2012) menjelaskan secara rinci tentang gaya belajar generasi Z yakni: learn from experimentation, prefer visual learning, like to work in groups, have short attention spans and multi-task well, serta edutainment.
Generasi Z merupakan digital natives yang lahir pada kurun waktu sekitar tahun 1995 sampai dengan tahun 2000. Generasi ini memiliki kepercayaan diri untuk sukses, cenderung berperilaku praktis dan bebas.
Dengan potensi-potensinya yang luar biasa tersebut, jika mendapat dukungan dan pengarahan maka sangat dimungkinkan untuk berkembang optimal.