Sering muncul pernyataan agar seseorang mengikuti passion-nya. Pernahkah terpikir bahwa saran itu justru berbahaya? Apa yang harus kita lakukan jika saran tersebut justru berdampak buruk?
Hipotesis passion menyebutkan bahwa kunci kebahagian dalam bekerja adalah tahu ap yang Anda gemari, lalu mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion itu.
Seorang penasehat karier menyarankan moto, “Lakukanlah apa yang Anda cintai, maka uang akan mengikuti”.
Masalahnya, bagaimana jika saran tersebut justru bukan mendatangkan uang? Alih-alih mendapat uang dengan bekerja sesuai passion, seseorang malah terlibat banyak masalah.
Jika demikian, mengikuti passion merupakan saran yang buruk. Sebagai contoh, seorang pekerja sukses berhenti dari pekerjaannya untuk mengejar impian yang sesuai dengan passionnya, membuka kelas yoga.
Hanya saja semangat yang ia rasakan saat membuka kelas itu tidaklah sama lagi. Ia terjebak! Meneruskan kelas impiannya terasa enggan, padahal sudah terlanjur berhenti bekerja. Mau kembali bekerja malu rasanya.
Di lain sisi, mengapa ada orang yang pada akhirnya bisa mencintai apa yang ia lakukan, sementara banyak juga yang gagal. Berbagai contoh kisah bisa pembaca temukan dalam buku ini.
Benang merahnya adalah mementingkan kemampuan dari pada sekedar passion.
Sering kali, fakta membuktikan bahwa mereka yang awalnya mengalami kesulitan dalam pekerjaan, belakangan justru memiliki karier yang cemerlang. Maka jika dikaji, ide untuk mengikuti passion adalah tidak tepat, bahkan cenderung membahayakan.
Memang keahlian saja tidak cukup menjamin tercapainya kebahagian. Namun dengan keahlian yang dimiliki, mulailah melakukan investasi pada modal kerja. Kelak, ini akan membentuk karakteristik Anda dalam dunia kerja.
“Jangan ikuti passion! Biarkan passion yang mengikuti Anda sehingga Anda menjadi begitu hebat untuk dapat mereka abaikan”.
Cal Newport.