15 Juni 1948, Soekarno datang ke Aceh untuk meminta dukungan rakyat Aceh dari agresi kolonial Belanda. Setahun sebelumnya sebagian besar wilayah Indonesia berhasil dikuasai Belanda kecuali Aceh dan Yogyakarta.
Kedatangan Soekarno disambut meriah oleh masyarakat Aceh. Ia mendarat di Lapangan terbang Lhok Nga dengan pesawat Dakota sewaan. Ia didampingi Residen Aceh, Teuku Muhammad Daudsyah dan Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, Daud Beureueh.
Saat itu, kondisi Indonesia belum stabil dari penjajahan Belanda. Perang besar bisa saja terjadi kapan saja. Berbeda dengan Aceh, yang kondisinya relatif aman dan tertib. Sebagai Gubernur militer, Daud Beureueh berhasil mengatasi situasi. Bahkan pemerintah lokal mampu membuka jalan dagang ke luar negeri. Sehingga Aceh disebut Soekarno sebagai “modal Republik”.
Puncak kedatangan Soekarno ke Aceh tentu saja pertemuan dengan Daud Beureueh, sebagai tokoh penting dan mempunyai pengaruh kuat di Aceh.Soekarno meminta agar Aceh mempertahankan Republik hingga tetes darah penghabisan. Beureueh menyetujuinya dengan mantap.
Sebelumnya, pada 15 Oktober 1945, Beureueh beserta Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri dan Teungku Hasan Krueng Kalee menandatangani “Makloemat Oelama Seluruh Atjeh”. Isinya adalah mengajak seluruh rakyat Aceh berdiri di belakang Maha pemimpin Soekarno.
Persetujuan Beureueh atas permintaan Soekarno bukan tanpa syarat. Ia mengajukan syarat bahwa pertempuran ini adalah perjuangan suci atau perang sabil. Ia juga memohon agar Aceh kelak diberi kebebasan menjalankan syariat islam. Soekarno mengiyakan dengan mengucap “wallah, Billah” akan mewujudkan keinginan Beureueh.
Dua tahun setelah kunjungan Soekarno, status provinsi Aceh mulai digugat dan diminta lebur dengan Sumatera Utara. Keputusan ini amat menghina Daud Beureueh dan melukai hati rakyat Aceh. Ditambah lagi pidato Sokarno di Kalimantan Selatan, 27 Januari 1953 yang menolak islam sebagai dasar agama.
Daud Beureueh juga sempat diasingkan oleh pemerintah pusat pada tahun 1978 hingga 1982 pada masa orde baru. Ia dicurigai sebagai penyokong Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang digelorakan oleh Hasan Tiro.