Selepas bebas dari penjara, Hamka kembali pada aktivitasnya sebagai penulis, mubalig, dan tokoh masyarakat. Karena dedikasi yang luar biasa terhadap dakwah Islam di Indonesia, Hamka menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas al-Azhar Mesir dan Universiti Kebangsaan Malaysia.
Dalam bidang poilitik, Bubya Hamka sendiri adalah anggota konstituante dan juga tergabung di fraksi Masyumi. Banyak ulama yang tidak tertarik dengan politik praktis, Buya Hamka adalah salah satunya.
Tapi saat Buya Hamka diminta menjadi anggota Konstituante, beliau tidak menolak. Sebab tugas Konstituante ini adalah menyusun konstitusi yang sifatnya sangat fundamental bagi negeri ini.
Sejak awal, tugas Konstituante adalah menyusun dasar negara dan undang-undang dasar, Hamka pun terpilih sebagai ketua MUI pertama.
Meskipun sempat ada anggapan dari para ulama lain bahwa MUI hanya menjadi alat pemerintah untuk melancarkan kebijakan-kebijakannya. Namun seiiring kepemimpinannya, Hamka membuktikan anggapan itu tidak terbukti.
Dalam bidang pendidikan, Hamka membangun lembaga pendidikan Yayasan Pesantren Islam al-Azhar.
Menurutnya, pendidikan agama Islam memegang peranan utama dalam membentuk kepribadian peserta didik. Mengajarkan Islam bukan sekedar transfer of knowledge, tetapi bagaimana agar ilmu yang diajarkan membekas dan berpengaruh dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
Geliat Hamka dalam dunia dakwah tak mengenal kata lelah. Hamka beserta sejumlah tokoh partai Masyumi memprakarsai dibangunnya Masjid al-Azhar.
Masjid tersebut, bukan hanya sebatas sebagai tempat ibadah saja, tetapi juga ramai dengan aktivitas pembinaan umat, seperti pengajian, majelis taklim, serta kursus agama Islam.
“Iman tanpa Ilmu sama dengan pelita ditangan bayi. Sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita ditangan pencuri.”
Buya Hamka