Buya Hamka kecil terlahir dengan nama Abdul Malik, putera seorang tokoh ulama terkemuka di Sumatera Barat pada masa itu, yaitu Syekh Abdul Karim Amrullah sekaligus cucu ulama terpandang, Tuanku Syekh Amrullah. Malik adalah sapaan Buya dari kecil.
Pendidikan formalnya hanya sampai kelas dua sekolah dasar. Malik di usia 12 tahun sempat merasakan pahit kehidupan seorang anak ketika orangtuanya bercerai.
Untuk mengalihkan kegalauannya, Malik menyewa buku setiap hari. Setelah rampung membaca buku, biasanya Malik menyalin versinya sendiri. Dari sinilah cikal bakal kecintaan Malik terhadap dunia literasi dan kepenulisan.
Masa kecil Malik banyak dihabiskan dengan pembelajaran informal dari Ayahnya serta berguru kepada para Ulama. Mendalami bahasa arab, belajar Alqur'an, dan membaca buku adalah potret keseharian Malik.
Menginjak usia 16 tahun, Malik memutuskan merantau ke Jawa untuk berguru kepada Ulama di sana. Disinilah Malik mulai bersentuhan dengan Sarekat Islam dan bergabung menjadi anggotanya.
Kemampuan politiknya mulai terasah setelah aktif dalam pergerakan Sarekat Islam dan Muhammadiyah. Tiga tahun kemudian, Malik memutuskan pergi ke Mekkah untuk naik haji sekaligus berguru kepada para Ulama Mekkah selama tujuh bulan lamanya.