Riset pasar yang berbiaya besar dan melibatkan target pasar secara langsung tidak selalu menghasilkan sebuah keputusan yang akurat. Salah satu faktor yang cukup memengaruhi sebuah riset pasar adalah konteks. Kesalahan dalam memahami konteks bisa berdampak pada kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Kenna, salah satu penyanyi rock berbakat, mendapatkan kesan pertama yang begitu luar biasa dari beberapa penikmat dan pelaku industri musik di Kota New York. Setelah mendengar lagu-lagu Kenna, mereka yakin bahwa album Kenna akan disukai banyak orang dan sukses besar di pasaran.
Sebelum album ini dilempar ke pasaran, perusahaan rekaman tersebut meminta sebuah konsultan untuk melakukan riset tentang pendapat pasar terkait album tersebut. Hasil riset malah menunjukkan fakta sebaliknya. Lagu-lagu Kenna mendapatkan hasil yang jelek di pasaran dan perusahaan rekaman pun memutuskan untuk tidak merilisnya.
Keputusan yang diambil oleh perusahaan rekaman berdasarkan hasil riset ini ternyata merupakan sebuah kesalahan yang fatal. Riset yang diadakan oleh perusahaan tersebut kebanyakan melibatkan orang-orang yang tidak memahami dan mengenal musik, sehingga hasil yang didapatkan cenderung berbeda. Terbukti, beberapa tahun berikutnya Kenna berhasil bekerjasama dengan sebuah perusahaan rekaman baru dan ternyata albumnya sukses di pasaran.
Hal yang tidak jauh berbeda juga dialami oleh dua perusahaan cola raksasa, yaitu Pepsi dan CocaCola. Sebuah riset uji rasa terhadap segelas Pepsi dan CocaCola menunjukkan bahwa Pepsi lebih disukai pasar dibandingkan dengan CocaCola. Alasannya, Pepsi memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan CocaCola.
Namun, hasilnya berbeda ketika peserta diminta untuk menyatakan pendapatnya setelah meminum Pepsi dan CocaCola sekaleng utuh. Dalam hal ini, CocaColalah pemenangnya karena rasa manis yang terlalu banyak justru akan mememunculkan rasa mual.
Ternyata, perbedaan kuantitas dan wadah juga berdampak terhadap perbedaan hasil. Konteks berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.