Dalam sebuah pernikahan, sering kali kita mendengar “tidak boleh ada dua nahkoda dalam satu kapal” yang sering kali disalahartikan. Nahkoda disini bukanlah dominasi antara suami atau istri, namun tentang kesepakatan bersama orangtua dalam pengasuhan anak.
Membangun keluarga seperti halnya menjalankan perusahaan, dimana terdapat kesepakatan yang harus dijalankan bersama.
Pembagian tugas rumah tangga serta penerapan pola asuh anak juga demikian, harus disepakati bersama. Sehingga tidak membingungkan dan mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Ketika seorang Ayah menggunakan pola asuh otoriter, sementara Ibu menggunakan pola permisif, maka anak akan cenderung memanfaatkan keadaan ini untuk berpihak pada salah satu yang menguntungkan.
Hal itu, bukan saja akan merusak citra atau cara pandang anak terhadap salah satu orangtuanya, juga akan menyulitkan anak dalam pengembangan karakter terbaik yang dimiliki.
Orangtua bisa saja tidak satu kata dalam beberapa aturan mengasuh anak. Namun jangan pernah menunjukkan sikap ini di depan anak secara langsung. Anda bisa membicarakan berdua saja dalam keadaan yang santai.
Buatlah kesepakatan yang bersifat wajib dan fleksibel untuk diterapkan. Jika masih ada yang mengganjal, bicarakanlah kembali. Inilah yang dimaksud proses belajar menjadi orangtua.
Belajar parenting memang tidak ada sekolahnya, Namun Anda bisa belajar dari berbagai sumber seperti buku, internet, seminar maupun pengalaman. Sumber yang berbeda-beda memang terkadang membingungkan orangtua. Oleh karena itu, kita harus terus belajar untuk menemukan pola asuh yang terbaik bagi anak.
“Kompak dan fleksibel dalam penerapan pola asuh dan peran merupakan kunci dari keberhasilan mendidik anak yang berkarakter.”
Astrid Savitri