Salah satu dari tiga prinsip kunci pengasuhan yakni Acceptance (Penerimaan). Menerima anak-anak apa adanya berbeda dengan mencintai mereka.
Banyak orang tua mencintai anak-anaknya, namun mempermalukan atau menolak karena menyukai, menginginkan, atau memikirkan hal-hal yang dirasa tidak dapat ditoleransi oleh orang tua.
Saat menggunakan istilah ini, Acceptance meliputi cinta, namun Acceptance lebih sulit dari cinta. Anda dapat menyebutnya sebagai cinta tanpa syarat.
Menerima anak-anak Anda apa adanya tidak berarti Anda menyukai atau menyetujui tingkah lakunya. Disinilah perbedaan kritis itu.
Bersikap empati juga memberi kekuatan kepada anak bahwa dia merasa dipahami. Ketika mempraktikkan empati, cobalah untuk menunjukkan rasa hormat pada perasaan dan realita mereka.
Anda menunjukkan bahwa Anda benar-benar mendengarkan dan berusaha memahami sudut pandang dari anak-anak Anda.
Orang tua hebat juga perlu mengenalkan suasana hati dan perasaan. Karena banyak orangtua dalam upaya melepaskan anak-anak mereka dari perasaan tidak menyenangkan atau menyakitkan, seringkali berusaha untuk menyimpan sendiri perasaan semacam itu.
Orang tua tidak membicarakan apa yang terjadi atas perasaan diri mereka. Dengan harapan anak-anak tidak memperhatikan sehingga tidak perlu ikut menderita.
Upaya ini meskipun dimotivasi oleh cinta, justru sering menyerang balik para orang tua karena anak-anak sudah bisa mengenal berbagai perasaan dan emosi.
Apabila Anda menyembunyikan perasaan-perasaan itu (“Semuanya baik saja, Nak. Mengapa kamu bertanya?”), maka Anda sedang menciptakan ketidaksesuaian antara apa yang Anda katakan dengan apa yang dirasakan oleh anak-anak Anda.
“Indra perasaan” anak-anak yang berempati menangkap tanda-tanda nonverbal Anda (bahasa tubuh, nada suara, dan sebagainya) namun Anda mengatakan kepada mereka bahwa indra intuitif mereka keliru.
Jika hal itu terus terjadi, maka akan menakutkan bagi anak karena mereka merasakan dengan kuat bahwa sesuatu yang salah sedang terjadi, namun perasaan ini tidak divalidasi oleh figur orang dewasa yang dapat dipercaya atau yang berwenang.
Sejalan waktu, invalidasi yang sering berulang akan membuat semakin sulit bagi anak-anak untuk mempercayai perasaan-perasaan mereka sendiri. Kedepannya akan mengakibatkan terhalangnya pertumbuhan self awareness dan keterampilan mengatur emosi.
Karena pada dasarnya, anak-anak tidak dapat belajar untuk mengelola perasaan yang mereka sendiri tidak mampu untuk mengenalinya.
“Menerima anak-anak kita apa adanya berbeda dengan mencintai mereka.”
Erica Reischer, Ph.D.