Kehadiran Agus Salim memegang peran yang penting bagi bangsa ini di masa pergerakan nasional hingga masa mempetahankan kemerdekaan. Dia menjadi salah satu tokoh yang ikut berjuang baik sebelum maupun sesudah era kemerdekaan.
Karena wawasannya yang luas, Agus Salim sempat dijadikan mitra oleh militer Jepang. Pengetahuan Salim digunakan untuk menyusun kamus istilah kemiliteran bagi tentara Jepang.
Tidak hanya itu, Salim juga bekerja sebagai penerjemah dan penasehat PETA (Pembela Tanah Air) hingga ia pernah digelari erai hito (orang terpandang) oleh salah seorang pimpinan militer Jepang.
Setelah era kemerdekaan, Agus Salim turut berperan dalam sidang-sidang BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang membahas dasar negara dan konstitusi baru.
Perseteruan tentang dasar negara dalam sidang tersebut memecah anggota sidang ke dalam beberapa kubu. Dalam hal ini, Agus Salim berusaha memfasilitasi negosiasi antar kubu yang berseberangan pendapat.
Sikap Salim justru terlihat garang ketika bernegosiasi dengan pihak Belanda pada masa mempertahankan kemerdekaan.
Dalam sidang Renville, Salim mampu menekan pihak Belanda lewat dukungan luar negeri yang diperolehnya, terutama dari PBB dan negara-negara Timur Tengah. Walaupun ucapannya tajam dan mengena, suasana yang tegang “pecah” oleh sikapnya yang santai dan humoris.
Kemampuan negosiasi Agus Salim juga nampak saat terjadi perdebatan antara pihak Indonesia dan Belanda. Belanda berang pada pemerintah Indonesia karena dianggap menghianati perjanjian Linggarjati yang disepakati sebelumnya.
Pada kesempatan itu, Salim membalas dengan pertanyaan tajam; “Apakah aksi militer yang Tuan lancarkan sesuai dengan perjanjian Linggarjati? Sekali lagi aksi (ada) militer, kami akan mencapai pengakuan de yure di seluruh dunia”, tegas salim kemudian.
Sikap Belanda yang tidak kooperatif ditunjukkan lewat agresi militer dan penangkapan sejumlah tokoh penting republik. Agus Salim termasuk salah satunya. Ia sempat dibuang ke beberapa wilayah seperti Prapatan, Brastagi dan Bangka.
“Leiden is lijden (mpemimpin adalah menderita), Salim merupakan pelaku yang tiada duanya.”
-Kasman Singodimedjo-