Adversity Quotient (AQ) merupakan teori yang merumuskan tentang apa yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan. Hal ini muncul dari berbagai riset psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi tentang gambaran lengkap bagaimana cara manusia menghadapi kesulitan.
Perannya merupakan gabungan antara IQ dan EQ, dimana AQ merupakan faktor kesuksesan dengan komponennya berupa ketekunan dan daya juang. Sedangkan IQ berperan dalam memudahkan seseorang berpikir logis matematis dan EQ menjadi bekal sesorang untuk lebih bijaksana dan terkendali.
Sikap-sikap yang dapat membangun AQ adalah; Ketangguhan, keyakinan, kekuatan, kepercayaan diri, berbesar hati, daya tahan, daya juang, tak pernah bosan untuk mencoba, berani memulai, kreatif, optimisme, ketekunan, keuletan, vitalitas, orientasi masa depan, kaya akan berbagai kemungkinan.
Adapun kontribusi Adversity Quotient (AQ) terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya:
Jika dianalogikan, Adversity Quotient layaknya pendakian. Pendakian dianggap sebagai sebuah proses. Dalam konteks ini, pendakian berarti mendaki gunung kehidupan dengan segala hambatan dan rintangan.
Dalam analoginya, Stoltz menggambarkan kemampuan AQ dengan pengelompokkan tiga jenis kepribadian manusia yang dapat dinilai apakah seseorang tersebut memiliki AQ tinggi, biasa saja, sangat rendah atau bahkan tidak memiliki sama sekali. Pengelompokkan AQ tersebut adalah sebagai berikut :