Tak dapat dielakkan, mayoritas manusia kuat otak kirinya (orang kiri). Hanya segelintir manusia yang kuat otak kanannya (orang kanan). Mereka adalah minoritas. Repotnya, alur pikiran golongan minoritas yang sangat intuitif, kreatif, dan ekstensif ini, jelas-jelas tidak nyambung dengan alur pikiran golongan mayoritas. Akhirnya dicap sebagai orang “gila”.
Padahal, menjadi kreatif, intuitif, dan ekstensif itu penting. Apakah Anda sering melihat tulisan rambu di jalan raya: “Gunakan lajur kanan untuk mendahului.” Dalam perspektif bisnis, perintah tersebut juga berlaku seratus persen. Tepatnya, “Gunakan otak kanan untuk mendahului orang lain.”
Asal tahu saja, sangat susah untuk menetapkan keputusan jika hanya mengharapkan otak kiri yang mengharuskan data yang lengkap. Persis seorang jenderal yang menjajaki kekuatan musuh-musuhnya. Petunjuk-petunjuk sering kali tidak komplet. Walhasil, tidak jarang sang jenderal mengira-ngira berdasarkan intuisinya.
Selain intuisi, ada juga kreativitas. Ciputra-seorang raja properti sekaligus satu dari sepuluh tokoh bisnis paling berhasil di Indonesia menurut majalah Forbes-pernah berargumen, “Bangsa yang maju adalah bangsa yang kreatif.”
Nah, di mana letak urgensinya kreativitas dalam bisnis praktis? Tengoklah, kini pasar telah bergesar menuju zona ketidakpastian. Juga zona hiperkompetitif.
Ironisnya, sebagian pelaku bisnis masih bersenjatakan strategi yang itu-itu saja. Kalau mentok, buntut-buntutnya anggaran promosi yang dihambur-hamburkan, bahkan harga yang dibanting.
Untuk itulah, dibutuhkan kreativitas. Padahal, terobosan tidak selalu identik dengan pemborosan. Bisa juga dengan pemasaran gerilya, repositioning, reengineering, marketing intelligence, dan masih banyak cara lainnya.
Komponen otak kanan yang terakhir ialah berpikir meluas, termasuk merekayasa big picture, impian, dan visi. Sebagai contoh, Trihatma Haliman yang berani membangun belasan proyek raksasa dalam setahun. Masing-masing proyek memakan biaya tidak kurang dari Rp200 miliar. Banyak orang meragukannya, tetapi kini hasilnya sungguh mengejutkan.
Kasus lain, negara A dan negara B bekerja sama untuk sebuah produk. Negara A yang melakukan perakitan, sementara negara B yang membangun merek (brand). Pertanyaannya, negara manakah yang bergelimang dolar? Yes, tentu saja jawabannya negara B! Ialah negara yang aktivitasnya berbasis otak kanan.
“Untuk menjadi orang yang luar biasa, lakukanlah apa yang tidak dilakukan oleh orang biasa.”
Ippho Santosa