Banyak orang yang tahu bagaimana kecintaan Sukarno pada benda-benda seni. Selain aneka patung, berbagai lukisan juga terdapat di istana.
Tapi mungkin tak banyak yang tahu bahwa pada tahun 1966, ia berpesan pada Letkol CPM Moessubagyo, penguasa militer tertinggi di Yogyakarta, agar jangan sampai ada seniman yang mati karena sebuah kasus pada masa itu.
Kecintaan pada seniman juga dibuktikan dengan memberikan subsidi khusus kepada para penari utama wayang orang Sriwedari, Solo.
Bagi Sukarno, mutu dari lukisan dan patung yang ia koleksi tak selamanya sama, tapi mereka adalah bukti dari “hasil merdeka.” Sukarno memandang bahwa dalam karya seni ada hal yang paling berharga yaitu kemerdekaan. Baginya, karya seni merupakan cerminan kebebasan berekspresi.
Seni yang dipilih oleh Sukarno adalah seni yang berbau “nasionalisme”. Maka tak heran jika Sukarno pernah ingin memboyong sebuah karya pelukis Meksiko-Diego Rivera ke tanah air.
Lukisan tersebut berupa gambar seorang perempuan berdiri dengan membawa bunga. Pakaiannya berkebaya dengan motif mirip batik Indonesia, dalam benak Sukarno.
Di masa muda, Sukarno merupakan seorang penulis yang haus akan buku. Beberapa karya Sukarno yang sudah menjadi buku antara lain Membangun Dunia yang Baru, Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Perdjoangan Republik Indonesia, Di Bawah Bendera Revolusi, Indonesia Menggugat dan Kepada Bangsaku.
Sementara buku mengenai Sukarno sudah tak terhitung banyaknya. Ada yang disusun oleh kerabat sendiri atau oleh orang lain. Umumnya buku yang ditulis oleh kerabat lebih bersifat personal dengan gaya bahasa bercerita yang santai. Beberapa buku yang cukup popular antara lain:
1. Bung Karno: Penyamung Lidah Rakyat, oleh Cindy Adams;
2. Bung Karno: Bapakku, kawanku, Guruku, oleh Guntur Sukarno;
3. Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno, oleh Ramadhan K.H;
4. Sukarno: Sebuah Biografi Politik, oleh J.D Legge;
5. Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967, oleh H. Manggil Martowidjojo.
Selama pengasingannya di Ende, Sukarno sudah menyelesaikan 12 cerita sandiwara serta mendirikan Perkumulan Sandiwara Kalimutu dengan jumlah anggota yang lumayan banyak. Ia bahkan membuat reklame, merancang kustum dan menggambar dekor sendiri. Salah satu naskahnya terinspirasi dari kisah Frankenstein.