Video

Sekolah Membunuh Kreativitas?

Renungan tentang Metode Pendidikan di Sekolah
By Ken Robinson

Sekolah Membunuh Kreativitas? (2006) mengangkat topik tentang perlunya reformasi terhadap metode pendidikan di sekolah, karena di masa kini kebutuhan dunia akan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia telah berubah.  

Profil pembicara

Ken Robinson adalah pendidik, penulis, pembicara, dan seorang ahli yang menggeluti bidang seni dan kreativitas. Ia memiliki gagasan tentang reformasi terhadap sistem pembelajaran yang dianut di sekolah selama bertahun-tahun. 

Untuk siapa video ini? 

  • Para orang tua dan pendidik
  • Siapa pun yang memiliki ketertarikan terhadap dunia pendidikan


Apa yang dibahas video ini? 

  • Apakah anak-anak memiliki kecerdasan yang sama
  • Bagaimana sistem pendidikan yang baik untuk anak
  • Mengapa sistem pendidikan di sekolah saat ini perlu diubah
Sekolah Membunuh Kreativitas?

Menurut saya, saat ini kreativitas sama pentingnya dengan kemampuan membaca dan menulis (literasi) dalam dunia pendidikan. Kita harus memberinya perlakuan yang sama.   


Ken Robinson


Setiap anak terlahir sebagai artis, demikian ujar Pablo Picasso. Pertanyaannya, bagaimana mempertahankan sifat keartisan anak (seni dan kreativitas) ketika beranjak dewasa? 

 

Anak memiliki kapasitas luar biasa. Sayangnya, orang dewasa sering menyia-nyiakan bakat mereka. 

Anak-anak pada umumnya tidak takut berlaku salah. Berlaku salah memang tidak sama dengan berlaku kreatif, tetapi jika tidak siap untuk salah maka seseorang tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang orisinil, bukan? 

Sayangnya, ketika beranjak dewasa, anak-anak semakin kehilangan kapasitas tersebut. Mereka jadi takut salah. 

Kenapa? Karena orang dewasa menganggap kesalahan adalah hal buruk. 

Ken yakin bahwa anak-anak sekarang dididik bukan untuk meningkatkan kapasitas kreatif mereka, melainkan justru sebaliknya. 

Itu karena sistem pendidikan di muka bumi memiliki hirarki yang sama akan subjek (mata pelajaran). Subjek paling atas adalah matematika dan bahasa, kemudian kemanusiaan, dan paling bawah adalah seni. 

Selain itu, seni rupa dan seni musik biasanya menempati hirarki lebih tinggi dari seni peran dan seni tari. 

Ken merasa bahwa matematika penting. Namun, seni gerak/tari pun tidak kalah penting. Bukankah manusia semua memiliki badan? 

Sayangnya, semakin bertumbuh dewasa anak-anak diajarkan secara progresif hanya dari pinggang ke atas saja.

Sebelum abad 19 tidak ada sistem pendidikan publik. Keseluruhan sistem ini diciptakan untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi. 

Jadi, hirarki subjek yang muncul didasari atas ide bahwa subjek tertinggi adalah subjek yang paling berguna untuk pekerjaan. 

Pembelajaran di sekolah seolah merupakan proses persiapan masuk perguruan tinggi. Maka, Ken merasa dunia perlu mempertimbangkan kembali secara radikal akan cara pandang terhadap kecerdasan.

Kecerdasan itu ada beragam cara, dinamis dan berbeda-beda. 

Beragam karena manusia berpikir dengan segala cara yang bisa dilakukan: visual, suara, kinestetik, abstrak, bergerak, dll. 

Dinamis karena bagian otak manusia tidak terpisah-pisah. Faktanya, kreativitas lebih sering muncul dari interaksi disipliner dengan cara melihat sesuatu yang berbeda. Terakhir, berbeda. Tidak semua orang memiliki level kecerdasan yang sama pada satu bidang tertentu. 

Ken percaya bahwa harapan satu-satunya untuk masa depan adalah mengadopsi konsep baru terhadap ekologi manusia yang memungkinkan orang mengatur ulang konsep akan kekayaan kapasitas individu. 

Sistem pendidikan saat ini menambang pikiran manusia seperti halnya manusia menambang bumi: untuk komoditas tertentu. Di masa depan, hal itu akan sia-sia. 

Imajinasi manusia adalah rahmat dan kita harus berhati-hati bagaimana menggunakannya secara bijaksana. Cara melakukannya adalah dengan melihat kapasitas kreatif anak-anak beserta harapan yang mereka miliki. 

Kita sendiri mungkin tidak akan melihat masa depan, tapi mereka yang akan melihatnya. Dan tugas kita adalah membantu mereka siap untuk berbuat sesuatu terhadap masa depan itu.          

<
>
1 dari 3
Baca di Pimtar App Lihat video
Buku
Retno Hening
Belajar Memahami Anak dengan Penuh Cinta
Buku
Ippho Santosa dan Shamsi Ali
Kenapa Menikah itu Mengayakan
Buku
Timothy D. Walker
33 Strategi Sederhana Untuk Kelas yang Menyenangkan
Buku
Alice Miller
Anak Berbakat Mencari Jati Diri
Buku
Roosie Setiawan
Mengajarkan Literasi pada Anak Sejak Dini
Buku
Erica Reischer, Ph.D.
75 Strategi Sederhana untuk Membesarkan Anak-Anak yang Bertumbuh