Dalam kehidupannya, manusia seharusnya dapat menggunakan seluruh potensi kecerdasannya secara seimbang dan utuh.
Itu berarti mereka dapat memaksimalkan kinerja kecerdasan fisik, intelektual, emosional dan spiritual dengan seimbang.
Dengan itu mereka akan dapat menjalani hidup dengan tenang dan fokus. Dengan itu pula mereka akan mampu menyelesaikan masalah dan konflik yang terjadi dalam hidup mereka dengan baik.
Manusia (seharusnya) ciptaan yang sempurna.
Namun, ada berapa banyak manusia “sempurna” yang kini hadir di antara kita? Kenyataannya, banyak manusia yang cerdas secara fisik dan intelektual, namun lemah dalam kecerdasan emosional dan spiritual.
Apa yang mungkin terjadi dalam dunia yang dipenuhi tipe manusia seperti ini?
Hasilnya dapat kita lihat sekarang ini. Korupsi dan tindak kejahatan merajalela, bahkan dilakukan oleh mereka yang diakui kecerdasan fisik dan intelektualnya oleh dunia.
Kesenjangan ekonomi dan sosial juga kian meninggi. Kemiskinan dan pemiskinan struktural yang semakin massif terus terjadi.
Lalu, muncullah manusia-manusia apatis: manusia yang memiliki dan diwarisi potensi sempurna, namun seringkali tidak percaya diri karena lebih fokus pada kekurangan-kekurangan dalam dirinya.
Sebuah buku berjudul Gen Tuhan karangan Dean Hamer memaparkan temuan baru di bidang genetika perilaku. Dikatakan bahwa setiap manusia telah mewarisi sebuah potensi, di mana otak manusia terancang untuk siap menerima tuntunan kekuatan yang lebih tinggi.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, belakangan juga ditemukan sebuah teori bahwa kekuatan pikiran sadar yang fungsikan oleh otak kiri manusia hanya mempunyai 12% pengaruh untuk mengendalikan tubuh kita.
Sisanya (88%) dimiliki oleh pikiran bawah sadar yang difungsikan oleh otak kanan kita. Berangkat dari hal ini, kini banyak berkembang upaya untuk memfungsikan otak kanan dan mengembangkan fungsi pikiran bawah sadar.
Pikiran bawah sadar tidak lagi sebatas untuk penyimpan data dan memori, namun dapat difungsikan menjadi lebih strategis, seperti menganalisa, melakukan perhitungan dan mengambil keputusan.
“Kita sering melihat semakin sukses seseorang semakin jauh rasanya dia dengan kebahagiaan yang dicarinya, bagai menggali sumur tanpa dasar untuk menyegarkan dahaganya yang tak terpuaskan”.
Erbe Sentanu